Langsung ke konten utama

Pendampingan Berbasis Partipasi Masyarakat



Robert Chamber (1987) pernah mengatakan bahwa “penelitian Survei bukan lah metode penelitian yang mengatasi permasalahan sampai ke akar permasalahannya. Penelitian survei hanya bersifat menyelesaikan permasalahan yang visual saja (tampak). Secara ideal penelitian hendaknya mampu menyelesaikan permasalahan hingga ke akar permasalahan itu sendiri.

Para peneliti Metode naturalistik (kualitatif) sebaliknya, melakukan penelitian dengan maksud untuk mengungkap dan menyelesaikan permasalahan hingga ke akar permasalahan. Tidak hanya secara visualisasi, lebih dari pada itu metode naturalistik ingin mengungkap apa yang ada dibalik dari yang visual. Action research diharapkan mampu menyelesaikan permasalahan yang muncul saat ini. Action research sejatinya tidak berada di ruang kerja (tempat) atau diatas meja-meja kerja, tetapi di lapangan dan permasalahan itu sifatnya dinamis.

Para pendamping, praktisi atau pun lembaga Swada Masyarakat (LSM), sejatinya pula kehadirannya di tengah masyarakat hendaknya memahami benar peran dan kedudukannya, tidak memposisikan diri sebagai orang yang lebih tahu namun mampu menjadi mitra bagi masyarakat untuk bersama-sama menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Dengan memberikan ruang yang luas bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengungkapan dan penyelesaian permasalahan yang mereka hadapi, maka kita telah menuntun masyarakat untuk berpikir kritis dan bukan semu. 

Tugas para pendamping adalah bagaimana membangun kesadaran kritis masyarakat agar menyadari hak-haknya yang dirampas oleh Negara. Sebagaimana yang telah dinyatakan sebelumnya bahwa Untuk membangun kesadaran tersebut, masyarakat harus di beri ruang yang luas untuk berpartisipasi mengungkap persoalan yang mereka alami, kemudian mencari solusi yang lebih sederhana yang lahir dari buah pikiran mereka sendiri. Para pendamping hanya bertugas untuk memastikan bahwa semua pola pendampingan yang kita berikan kepada masyarakat berjalan dengan benar.

Kebanyakan program pendampingan itu gagal, karena para pendamping tidak tahu bagaimana semestinya mereka memposisikan diri sebagai pendamping. Banyak yang sok tahu, sehingga memunculkan rasa tidak care (antipasti) dari warga dampingan, para pendamping yang sok tahu tersebut, sesungguhnya telah mempersempit ruang partipasi  masyarakat untuk berpartisipasi. Permasalahan lain yang dihadapi oleh para pendamping adalah ketidak fokusan mereka untuk mendampingi, banyak dari para pendamping yang menjadikan kegiatan pendapingan tersebut sebagai kegiatan proyek semata, sehingga focus mereka adalah bagaimana menyelesaikan kegiatan pendampingan, selanjutnya menyusun laporan dengan sebaik-baiknya untuk sembari menyusun program baru dan mencari fund rising dari kegiatan yang mereka susun, persoalan apakah kegiatan pendampingan yang mereka lakukan akan berhasil atau tidak itu bukan soal.

Robert Chamber pernah menerapkan suatu metode perubahan yang tujuannya adalah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menentukan dan memetakan masalah yang mereka hadapi. Metode tersebut dinamai dengan Metode PRA (Partisipatory Rural Appraisal). Caranya adalah dengan mengajak masyarakat untuk curhat, ngobrol terkait dengan persoalan-persoalan yang mereka hadapi dan alami, selanjutnya mengajak masyarakat untuk memetakan masalah yang mereka hadapi. Tentu setiap permasalahan yang muncul senantiasa ada akar permasalahannya. Dengan mereka mampu memetakan masalah yang mereka hadapi, maka akan semakin mempermudah mereka untuk mencari solusi sebagai bentuk dari pemecahan masalah yang mereka alami. Dalam solusi ini, pendaping diharapkan mampu untuk membantu masyarakat dalam menemukan solusi-solusi yang tepat, sederhana dan mudah untuk mereka kerjai. Dan diusahakan solusi tersebut lahir dari masyarakat itu sendiri. Logikanya adalah masyarakat yang punya masalah, maka sudah semestinya mereka pula yang mencari solusi atas permasalahan mereka.

Para pendamping harus mampu untu mendorong masyarakat agar memiliki Community Action Plan (CAP) yaitu masyarakat harus memiliki perencanaan yang bersifat jangkah pendek, jangkah menengah dan jangkah panjang. Asumsinya dengan mendorong masyarakat untuk memiliki CAP tersebut, maka kita telah menempatkan masyarakat sebagai komunitas yang tidak hilang arah. Sebagai pendamping hanya memastikan bahwa perencanaan-perencanaan tersebut tercapai atau tidak.

Namun demikian, metode PRA Robert Chamber tersebut mendapatkan kritikan yang cukup tajam. Banyak kalangan menilai bahwa metode PRA tersebut, memang mampu mendorong partisipasi masyarakat, tetapi hanya bersifat Lokal (region), sementara permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat tersebut, bukan lah semata berasal dari internal masyarakat, akan tetapi secara garis besar berasal dari luar mereka (eksternal) yaitu dari Negara. Negara lah yang tidak mampu untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh masyarakatnya. Negara sebagai jelmaan dari masyarakat secara universal tidak mampu mendudukan dirinya sebagai representasi masyarakat dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat, yang sesungguhnya adalah tugas dan tangggung jawab mereka. 

Ketika negara lupa, maka patut untuk di ingatkan dan ketika negara, pasar, masyarakat (budaya) dan agama menghegomoni, maka harus dilawan caranya adalah dengan menerapkan “Aksi Wacana Tandingan” yaitu bagaimana hegemoni-hegemoni yang berasal dari negara, pasar, masyarakat (budaya) dan Agama tersebut, mampu untuk di balik, dengan “Aksi Wacana Tandingan”. Karena hegemoni-hegemoni tersebut merupakan alat kekuasaaan dari elemen-elemen yang namanya negara, pasar, masyarakat (budaya) dan Agama.

Cara melawan hegemoni-hegemoni dapat dilakukan beberapa bentuk/langkah : (1). lewat media massa, yaitu bagaimana membangun opini di publik lewat media massa (cetak/electronik), melakukan talk show, rekayasa pro kontra guna meretas hegemoni yang bermunculan, (2) Melakukan penguatan kapasitas masyarakat dampingan, penguatan tersebut dapat berupa leadership trainning, meningkatkan parthnership-nya, mencari fund rising, (3) Penguatan Jaringan, bagi kalangan LSM yang melakukan pendampingan keberadaan jaringan sangat menentukan dalam menunjang kelancaran pelaksanaan pendampingan, satu diantaranya hal yang dapat dilakukan adalah dengan membangun jaringan-jaringan baru. Karena semakin banyak jaringan yang kita miliki, maka akan semakin kuat jaringan yang kita miliki, (4). Pengorganisasin masyarakat, hal ini dimaksudkan untuk membangun tujuan yang sama antara pendamping dan masyarakat yaitu, bagaimana masyarakat mampu bertindak dengan baik dalam setiap tindakan yang mereka lakukan, salah satu yang sering terjadi adalah tidak jarang terjadi tindakan demonstrasi, oleh karena itu masyarakat harus dilatih bagaimana bersikap terhadap aksi dan reasi yang ada, (5). Pengembangan Fund Rising, keberadaan pendanaan dalam pendampingan itu sangat penting sekali, karena tidak jarang pendampingan itu gagal hanya karena persoalan pendanaan, hal itu dapat dilakukan dengan cara: mencari sponsorship atau lembaga donor, membership, social interpreneur, dan dana-dana CSR, (6). Pendampingan, dimaksudkan untuk memudahkan masyarakat belajar mandiri, (7) Advokasi Kebijakan, ini dapat dilakukan dalam berbagai bentuk : lobi, paper, policy Breaf dan lain sebagainya. Hal terpenting, bahwa ACTION RESEARCH, hadir untuk menyelesaikan masalah saat ini bukan yang lalu atau yang akan datang.   

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Pertanggung Jawaban Wisuda Unikarta Tanggal 18 Desember 2013

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN WISUDA SARJANA   DAN DIPLOMA UNIVERSITAS KUTAI KARTANEGARA 18 DESEMBER 2013   Oleh : PANITIA PELAKSANA WISUDA SARJANA DAN DIPLOMA (D3) UNIVERSITAS   KUTAI KARTANEGARA   UNIVERSITAS KUTAI KARTANEGARA TENGGARONG 2013   Wisuda sarjana dan diploma di Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta) merupakan kegiatan rutinitas pada setiap tahun akademik yang sedang berjalan jika memenuhi persyaratan-persyaratan pelaksanaan wisuda.   Wisuda sarjana dan diploma merupakan bagian dari kegiatan rapat senat akademik yang dilaksanakan secara terbuka, yang intinya merupakan proses pelantikan kelulusan mahasiswa yang telah selesai menempuh studi   di Unikarta. Acara wisuda sarjana dan diploma ini merupakan salah satu acara yang sangat penting ...

WISATA SEKSUAL PEKERJA TAMBANG DI LOKALISASI KAWASAN TAMBANG

WISATA SEKSUAL PEKERJA TAMBANG   DI LOKALISASI KAWASAN TAMBANG   Martain Abstract Kemunculan praktek prostitusi di kawasan tambang tentu saja bukanlah hal baru, praktek ini sudah berlangsung lama, hal ini tidak terlepas dari  kebutuhan dasariah  manusia terhadap seks . Di Indonesia  praktek ini sudah berlangsung sejak zaman kerajaan di Nusantara. Kemudian berlanjut pada zaman kolonial hingga saat ini. Praktek ini di masyarakat terjadi pro dan kontra. Bagi mereka yang pro akan menilai bahwa praktek ini baik, karena praktek ini dapat menjadi alternatif pilihan ketika libido seksual muncul. Namun bagi yang kontra menilai bahwa aktvitas penuh desah dan keringat ini, bertentangan dengan nilai moral dan agama yang berlaku di dalam masyarakat. Selain itu praktek prostitusi ini rentan pula terhadap terjadinya penyebaran penyakit kelamin, HIV/AIDS. Dalam praktek nya kegiatan ini, bisa berjalan secara mandiri  ataupun secara terorganisir. Fakt...

Peran Pemerintah dan Bisnis dalam Menjaga Kesehatan dan Keselamatan Kerja Para Pekerja

Oleh Martain Pendahuluan Kecelakaan kerja merupakan salah satu permasalahan yang sering terjadi pada pekerja di perusahaan. Masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3), secara umum di Indonesia masih sering terabaikan. Hal ini ditunjukan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja ini biasanya terjadi karena banyak faktor beberapa diantaranya adalah berasal dari pekerja itu sendiri dan lingkungan kerjanya di perusahaan. Berdasarkan data International Labour Organization (ILO) tahun 2013, 1 pekerja di dunia meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja, di tahun sebelumnya (2012) ILO mencatat angka kematian dikarenakan kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK) sebanyak 2 juta kasus setiap tahun. Di Indonesia, setiap tujuh detik terjadi kasus kecelakaan kerja ( K3 masih dianggap remeh , Warta Ekonomi 2 Juni 2006). BPJS mencatat bahwa sepanjang tahun 2013 jumlah pesertanya yang mengalami kecelakaan...