Oleh Martain
Kecelakaan
kerja merupakan salah satu permasalahan yang sering terjadi pada pekerja di
perusahaan. Masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3), secara umum di Indonesia
masih sering terabaikan. Hal ini ditunjukan dengan masih tingginya angka
kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja ini biasanya terjadi karena banyak faktor
beberapa diantaranya adalah berasal dari pekerja itu sendiri dan lingkungan
kerjanya di perusahaan. Berdasarkan data International
Labour Organization (ILO) tahun 2013, 1 pekerja di dunia meninggal setiap
15 detik karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja,
di tahun sebelumnya (2012) ILO mencatat angka kematian dikarenakan kecelakaan
dan penyakit akibat kerja (PAK) sebanyak 2 juta kasus setiap tahun.
Di
Indonesia, setiap tujuh detik terjadi kasus kecelakaan kerja (K3 masih dianggap remeh, Warta Ekonomi 2
Juni 2006). BPJS mencatat bahwa sepanjang tahun 2013 jumlah pesertanya yang
mengalami kecelakaan kerja sebanyak 129.911 orang, 75,8 % yang menjadi korban adalah
pekerja laki-laki, 69, 59 % dari kecelakaan tersebut terjadi di dalam
perusahaan, 10,26 % terjadi di luar perusahaan dan sisanya sekitar 20,15 %
merupakan kecelakaan lalu lintas yang
dialami oleh para pekerja. Sebanyak 34,43 % penyebab kecelakaan kerja
dikarenakan posisi tidak aman (ergonomis) dan sebanyak 32,12 % pekerja tidak
memakai peralatan yang safety.
Dari
data tesebut menerangkan bahwa angka kecelakaan kerja yang dialami oleh para
pekerja sangat tinggi, lebih banyak dialami oleh pekerja laki-laki dan
terbanyak terjadi di dalam perusahaan, penyebabnya karena para pekerja tidak
menggunakan peralatan kerja yang safety.
Safety dapat di artikan sebagai suatu kondisi dimana
seseorang terbebas dari kecelakaan atau bahaya baik yang dapat menyebabkan
kerugian secara material maupun spiritual. Penerapan safety oleh perusahaan kepada pekerja dimaksudkan untuk
meminimalisir kecelakaan kerja yang berimbas kepada kerugian bagi pekerja dan
perusahaan. Besarnya tingkat kecelakaan kerja di Indonesia di karena kan
beberapa aspek, diantaranya dari aspek perusahaan, mereka senantiasa hanya
focus pada pencapaian keuntungan yang maksimal (maximizing profit), dan lalai dalam keselamatan kerja pekerjanya (bukan
menjadi prioritas perusahaan), pada aspek pemerintahan, pemerintah dinilai
gagal dalam meratifikasi konversi keselamatan kerja internasional atau gagal
dalam melakukan pemeriksaan terhadap pekerja. Padahal pemerintah dan menejemen
perusahaan berkewajiban melindungi dan menyediakan tempat kerja yang aman bagi
pekerja agar terhindar dari kecelakaan kerja. Setidaknya ada tiga alasan
penting mengapa keselamatan kerja itu menjadi penting, yaitu:
1. Keselamatan
kerja merupakan hak yang paling dasar bagi pekerja. Setiap pekerja berhak
mendapatkan perlindungan dan keamanan selama bekerja.
2. Karena
keselamatan kerja merupakan hak asasi pekerja maka perlu di lindungi oleh
Undang-Undang atau aturan hokum, baik di tingkat nasional maupun internasional.
3. Tujuan
perusahaan adalah mencari keuntungan dan untuk mendukung tujuan tersebut faktor
keselamatan kerja menjadi penting untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi
kerugian akibat kecelakaan kerja.
Karena keselamatan kerja merupakan hak dasar bagi
pekerja dan di lindungi oleh Undang-Undang, baik di tingkat nasional maupun
internasional, maka menjadi penting bagi pemerintah untuk mengontrol dan
memastikan bahwa perusahaan benar-benar memenuhi dan menjalankan segala
regulasi terkait dengan keselamatan kerja para pekerjanya, selanjutnya
perusahaan mampu untuk mematuhi dan memenuhi segala regulasi yang berkaitan
dengan keselamatan pekerjanya, tanpa melupakan hakekat dasar perusahaan untuk
mencari profit serta perusahaan harus
menyadari bahwa pekerja merupakan bagian penting yang harus di perhatikan dan
di perhitungkan oleh perusahaan sebagai modal sumber daya manusia (SDM) dalam
pencapaian tujuan perusahaan.
Dari sejumlah sektor yang menyumbang tingginya angka
kecelakaan kerja, sektor industri jasa konstruksi merupakan salah satu sektor
industri yang memiliki resiko kecelakaan kerja yang sangat tinggi. Berbagai
penyebab utama kecelakaan kerja pada proyek konstruksi adalah hal-hal yang
berhubungan dengan karakteristik proyek konstruksi yang bersifat unik, lokasi
kerja yang berbeda-beda, terbuka dan dipengaruhi cuaca, waktu pelaksanaan yang
terbatas, dinamis dan menuntut ketahanan fisik yang tinggi serta banyak
menggunakan tenaga kerja yang tidak terlatih.
Muhaimin Iskandar (Mantan Menakertras), seusai
memimpin upacara Hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional dan dimulainya
Bulan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Nasional Tahun 2013, di Kantor Kemenakertrans Jakarta (Selasa 15/1/2013),
menyatakan bahwa berdasarkan laporan International
Labour Organization (ILO), setiap hari terjadi kecelakaan kerja yang
mengakibatkan korban fatal sekitar 6.000 Kasus, Sementara Indonesia setiap
100.000 tenaga kerja terdapat 20 orang fatal akibat kecelakaan kerja. Kerugian
yang harus ditanggung akibat kecelakaan kerja di negara-negara berkembang seperti
Indonesia juga tinggi yakni mencapai 4 % dari gross national product (GNP), oleh karena itu Muhaimin
Iskandar meminta kepada seluruh pihak
untuk mulai melakukan upaya dan kerja keras di tahun 2013 agar penerapan sistem
keselamatan kerja dalam setiap jenis kegiatan usaha dapat berjalan secara baik guna
menekan angka kecelakaan kerja.
Himbauan tersebut, tentu saja dapat dinilai sebagai
bentuk responsibilitas yang baik dari
pemerintah Indonesia dalam menjaga dan melindungi para pekerja yang bekerja di
Wilayah Indonesia, namun jauh dari pada itu tentunya para pekerja mengharapkan
responsifitas pemerintah yang lebih teknis dalam upaya melindungi mereka dari
bahaya yang mengancam keselamatannya. Tingginya angka kecelakaan kerja yang
dialami oleh para pekerja, menunjukan bahwa
masih lemahnya peran pemerintah dalam melakukan kontrol terhadap perusahaan yang
melakukan pelanggaran hak asasi dasar pekerja akan keamanan dan keselamatan kerja,
sebaliknya perusahaan belum berkesungguhan untuk mentaati dan memenuhi segala
regulasi terkait keselamatan pekerjanya, meskipun kita mesti akui juga bahwa tidak
semua perusahaan seperti demikian, banyak juga perusahaan yang telah kooperatif
untuk menjalankan regulasi dan memperhatikan keselamatan pekerjanya. Karena menejemen
perusahaan menyadari betul keberadaan para pekerja sebagai bagian penting dari
suksetor dalam pencapaian tujuan perusahaan. Pertanyaannya kemudian, upaya
macam apa yang harus dilakukan oleh pemerintah dalam meningkatkan control
pemerintahan terhadap perusahaan yang balelo (lalai) akan keselamatan kerja
para pekerjanya? Upaya seperti apa pula yang harus diterapkan oleh perusahaan
dalam dalam rangka mencegah atau meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja yang
dialami oleh pekerjanya? Karena tanpa adanya upaya-upaya yang strategis diambil
oleh kedua elemen ini, maka akan berimplikasi pada buruknya reputasi kedua
elemen tersebut, baik dimata pekerjanya, mitra (rekanan), masyarakat ataupun
dimata pemerintahan lain. Pertanyaan tersebut lah yang akan menjadi focus dari
tulisan ini.
Sekilas Tentang Konsep Pemerintah Terhadap
K3 Para Pekerja
Dalam pasal 1 ayat 2 Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan baik dalam maupun diluar
hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan
sendiri maupun masyarakat.
Sementara itu dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja
Nomor: Per-04/MEN/1994 tenaga kerja adalah setiap orang yang bekerja perusahaan
yang belum wajib mengikuti program jaminan sosial tenaga kerja karena adanya pentahapan
kepersetaan.
Dari kedua regulasi tersebut yang menjelaskan tenaga
kerja, maka dapat disimpulkan bahwa tenaga kerja adalah mereka yang bekerja di
dalam perusahaan maupun diluar
perusahaan yang sama-sama menghasilkan barang dan jasa, baik untuk sekedar
memenuhi kebutuhannya maupun untuk kebutuhan orang lain. Perusahaan wajib untuk
melindungi pekerjanya dengan pemberian jaminan sosial kepada pekerjanya.
Secara teoritis dikenal ada tiga jenis perlindungan
kerja yaitu:
1.
Perlindungan
sosial atau kesehatan kerja yaitu suatu perlindungan yang dengan usaha
kemasyarakatan, yang bertujuan untuk memungkinkan pekerja/buruh mengenyam dan
mengembangkan kehidupannya sebagai manusia pada umumnya, dan khususnya sebagai
anggota masyarakat dan anggota keluarga.
2.
Perlindungan
teknis atau keselamatan kerja yaitu jenis perlindungan yang berkaitan dengan
usaha-usaha untuk menjaga agar pekerja/buruh terhindar dari bahaya kecelakaan
yang ditimbulkan oleh alat-alat kerja atau bahan yang dikerjakan.
3.
Perlindungan
Ekonomis atau jaminan sosial, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan
dengan usaha-usaha untuk memberikan kepada pekerja/buruh suatu penghasilan yang
cukup guna memenuhi keperluan sehari-hari baginya dan keluarganya termaksud
dalam hal pekerja/buruh tidak mampu bekerja karena sesuatu diluar kehendaknya.
Penjelasan lebih jauh dari ketiga jenis perlindungan
diatas, dapat diuraikan sebagai berikut:
1.
Perlindungan
sosial atau kesehatan kerja
Bahwa
kesehatan kerja termaksud dalam perlindungan sosial karena ketentuan-ketentuan
mengenai kesehatan kerja berkaitan dengan sosial kemasyarakatan, yang bertujuan
untuk melakukan pembatasan-pembatasan terhadap kekuasaan pengusaha dari
tindakan sewenang-wenang kepada pekerjanya, tanpa memperhatikan norma atau
aturan yang berlaku.
Dengan
kata lain bahwa adanya kesehatan kerja dimaksudkan untuk melindungi atau
menjaga para pekerja/buruh dari kejadian yang dapat merugikan kesehatan ataupun
kesusilaan pekerja/buruh ketika melakukan pekerjaannya.
2.
Perlindungan
teknis atau keselamatan kerja
Keselamatan
kerja termaksud dalam apa yang di sebut perlindungan teknis, yaitu perlindungan
terhadap pekerja/buruh agar selamat dari bahaya yang dapat ditimbulkan oleh
alat kerja atau bahan pekerjaan.
Perlindungan
teknis ini ditentukan bukan hanya untuk melindungi kepentingan para
pekerja/buruh saja, tetapi juga kepada pengusaha dan pemerintah. Bagi pekerja,
adanya jaminan perlindungan keselamatan kerja akan menimbulkan suasana kerja
yang tentram sehingga pekerja buruh dapat memusatkan perhatian pada
pekerjaannya secara maksimal tanpa perlu kwatir sewaktu-waktu akan tertimpa
kecelakaan kerja. Bagi pengusaha adanya pengaturan keselamatan kerja di dalam
perusahaannya akan dapat mengurangi terjadinya kecelakaan yang dapat
mengakibatkan pengusaha harus memberikan jaminan sosial. Sedangkan bagi
pemerintah dan masyarakat, dengan adanya dan ditaatinya peraturan keselamatan
kerja, maka apa yang direncanakan pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat
akan tercapai dengan meningkatnya produksi perusahaan baik kualitas maupun
kuantitas.
3.
Perlindungan
ekonomis atau jaminan sosial
Program
jaminan sosial merupakan salah satu
tanggung jawab dan kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat. Sesuai
dengan kondisi kemampuan keuangan Negara. Para Negara berkembang seperti Indonesia pengembangan program
jaminan sosial berdasarkan funded social
security yaitu jaminan sosial yang di danai oleh peserta dan masih terbatas
pada masyarakat pekerja di sektor formal.
Jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu
perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai
pengganti sebagian penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai
akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja,
sakit, hamil, bersalin hari tua dan meninggal dunia.
Kita harus sadari bahwa kecelakaan kerja maupun
penyakit akibat kerja merupakan resiko yang dihadapi oleh tenaga kerja yang
melakukan pekerjaan. Oleh karena itu untuk menanggulangi hilangnya sebagian
atau seluruh penghasilannya yang diakibatkan oleh kematian atau cacat karena
kecelakaan kerja baik fisik maupun
mental, maka perlu adanya jaminan kecelakaan kerja.
Demikian pula dengan tenaga kerja yang meninggal
dunia bukan akibat kecelakaan kerja akan
mengakibatkan terputusnya penghasilan, dan sangat berpengaruh pada kehidupan sosial
ekonomi bagi keluarga yang di tinggalkan, oleh karena itu diperlukan jaminan
kematian dalam upaya meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya
pemakaman maupun santunan berupa uang.
Selain kecelakaan kerja dan meninggal dunia, hal
lain yang mengakibatkan terputusnya atau hilangnya penghasilan adalah faktor
usia tua. Sebagai impact yang
ditimbulkan dari usia tua adalah munculnya kerisauan bagi tenaga kerja dan
mempengaruhi ketenagakerjaan sewaktu masih bekerja, khususnya bagi mereka
dengan penghasilan rendah, sehingga dibutuhkan suatu jaminan di hari tua.
Jaminan hari tua memberikan kepastian penerimaan yang dibayarkan sekaligus atau
berskala pada saat pekerja mencapai usia 55 tahun .
Hal terpenting lain dari jaminan sosial tenaga kerja
adalah berkenaan dengan jaminan pemeliharaan kesehatan. Hal ini dimaksudkan
untuk meningkatkan produktifitas tenaga kerja sehingga dapat dapat melaksanakan
tugas sebaik-baiknya dan hal ini juga merupakan
bagian dari upaya kesehatan di bidang penyembuhan.
Hak ini tentu penting untuk dilakukan oleh
pemerintah dalam rangka memberikan kepastian kepada pekerja akan eksistensi
pekerjaan mereka, sehingga dalam bekerja mereka tidak lagi diliputi rasa cemas
yang berlebihan karena faktor-faktor tentu yang dapat memnggangu konsentrasi
pekerja dalam berkarya, memproduksi suatu barang atau jasa. Mengingat selama
ini para pekerja senantiasa mengalami kecelakaan kerja, namun kurang
mendapatkan jaminan yang pasti dari pihak perusahaan.
Hal lain juga yang menjadi point penting adalah
bahwa dengan adanya regulasi yang jelas serta kontrol yang baik dari pemerintah
terhadap aktivitas perusahaan dimana para pekerja berkarya, maka pihak
perusahaan tidak akan bertindak sewenang-wenang kepada para pekerja.
Upaya Pemerintah Dalam Mengontrol
Perusahaan
Pemerintah sebagai institusi yang berwenang untuk
melakukan kontrol terhadap perusahaan, maka menjadi penting adanya bagi
pemerintah untuk benar-benar melakukan kontrol terhadap perusahaan. Hakekat
perusahaan yang berorientasi profit, dimungkinkan untuk melakukan
penyalahgunaan kewenangan dan tanggung jawabnya terhadap pekerjanya untuk
memaksimalkan profitnya. Jika pemerintah juga ikut lalai dalam melakukan
kontrol terhadap perusahaan yang beroperasi, maka bukan tidak jarang kita akan
menjumpai baik dalam pemberitaan ataupun bahkan mengalami sendiri prilaku
kesewenang-wenangan perusahaan/pengusaha/majikan terhadap pekerjanya.
Fakta telah banyak menunjukan bagaimana para pekerja
menjadi sasaran kekerasan yang dilakukan oleh perusahaan, baik secara
perorangan maupun secara berkelompok. Belum hilang dalam ingatan kita tentang
tindakan perbudakan manusia yang dilakukan oleh mandor terhadap buru kuali di Tanggerang, yatiu
bagaiamana para pekerjanya di pukul, ditempeleng, disundut rokok hingga
pingsan, setalah itu di siram dengan alumunium panas, dan gajinya tidak pernah
dibayarkan.
Kisah memilukan lainnya adalah kasus penganiayaan
dan ancaman kekerasan yang dilakukan oleh keluarga Samsul Anwar di Medan
terhadap pembantu rumah tangganya, sejak tahun 2012, tidak hanya kekerasan,
pembantunya pun hingga meninggal dan di kuburkan di pekarangan rumahnya. Kasus
lain yang melibatkan pekerja/buruh dengan pihak perusahaan adalah konflik PT.
Megariamas dengan Menejemen PT. Megariamas, akibat pihak perusahaan tidak
memberikan tunjangan hari raya (THR), padahal dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja
No. 4/1996 ada point yang menyebutkan tentang kewajiban perusahaan untuk memberikan
THR bagi pekerjanya, dan masih banyak lagi kasus yang lebih mencenangkan dari
kasus-kasus yang disebutkan sebelumnya.
Oleh karena itu penting bagi pemerintah untuk
melakukan upaya-upaya agar kejadian ini tidak tejadi kembali, karena jika pemerintah
lemah dalam kontrolnya, bukan tidak mungkin, peristiwa yang serupa akan terjadi
lagi, dan itu tentunya sangat merugikan bagi pekerja dan keluarganya, bahkan
bukan hanya untuk mereka saja, tetapi termaksud citra pemerintah di mata para
penderita dan dimata publik.
Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh
pemerintah untuk mencegah hal tersebut agar kembali tidak terjadi, yaitu:
1. Melakukan
perbaikan terhadap regulasi-regulasi yang merugikan bagi pekerja dan membuka
peluang kesewenang-wenangan perusahaan terhadap pekerjanya, baik itu berupa
kekerasan secara fisik maupun secara fisikis.
2. Pemerintah
harus dapat memastikan bahwa para buruh/pekerja memperoleh perlindungan atas
haknya yang meliputi: hak keselamatan dan kesehatan kerja, hak moral dan kesusilaan,
hak perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia sertai nilai-nilai
agama. Caranya adalah dengan melihat sistem menejemen K3 nya yang terintegrasi
dengan sistem menejemen perusahaan
3. Pemerintah
harus rutin untuk melakukan monitoring dan evaluasi tentang pelaksanaan sistem
menejemen K3nya secara berkala kepada perusahaan-perusahaan, sehingga perusahaan
tidak berani bertindak sewenang-wenang kepada pekerjanya.
4. Melakukan
pembekuan/mencabutan izin operasi perusahaan yang di nilai lalai dengan
keselamatan pekerjanya sehingga dapat memberikan efek jerah kepada perusahaan
yang bersangkutan, agar tidak mengabaikan keselamatan pekerjanya.
5. Atau
Pemerintah menyediakan kader-kader pemantau kinerja perusahaan dan keselamatan
kerja para pekerja, untuk senantiasa bisa melakukan patroli secara terus
menerus kepada perusahaan, tanpa perusahaan menyadarinya.serta membuka layanan
informasi pengaduan pekerja yang diakses secara mudah dan praktis (tidak ribet)
oleh pekerja.
6. Melakukan
tindak lanjut setiap laporan aduan secara cepat dan tanggap, sehingga praktek
pelanggaran tentang keselamatan dan kesehatan kerja pekerja tidak
berlarut-larut dan menelan banyak korban, dll.
Sekilas Tentang Konsep Perusahaan Terhadap
K3 Para Pekerja
Berdsarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.05/MEN/1996
tentang sistem menejemen dan kesehatan kerja. sistem menejemen keselamatan dan
kesehatan kerja merupakan bagian dari sistem menejemen secara keseluruhan yang
meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan,
prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan,
pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan
kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja
guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Tujuan dari sistem
ini adalah bagaimana untuk menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan ditempat kerja dengan
melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang
berintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya
tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.
Sistem ini wajib dijalankan oleh perusahaan yang
memperkerjakan karyawan lebih dari pada 100 orang atau lebih, perusahaan yang mempunyai potensi
bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan yang dapat
mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan
penyakit akibat kerja.
Dalam ragulasi yang sama (Peraturan Menteri Tenaga Kerja
No.05/MEN/1996), pada pasal 4, disebutkan bahwa ada 5 (lima) ketentuan yang
harus perusahaan/pengusaha lakukan guna pelaksanaan dari K3 yaitu:
1. Menciptakan
dan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dan menjamin komitmen terhadap
penerapan sistem manajemen K3.
2.
Merencanakan
pemenuhan kebijakan, tujuan dan sasaran penerapan K3
3. Menerapkan
kebijakan K3 secara efektif dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme
pendukung yang diperlukan untuk mencapai kebijakan, tujuan dan sasaran K3.
4. Mengukur,
memantau dan mengevaluasi kinerja K3 serta melakukan tindakan perbaikan dan
pencegahan.
5. Meninjau
secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan sistem menejemen K3 secara
berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja dan K3.
Terdapat beberapa alasan mengapa kemudian K3 penting
untuk diterapkan oleh suatu perusahaan, alasan tersebut dapat dilihat dari
aspek manusiawi, ekonomi, UU dan peraturan serta nama baik institusi. Secara
lebih rinci penjelasan dari ke 4 aspek tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Alasan
manusiawi, membiarkan terjadinya kecelakaan kerja, tanpa berusaha melakukan
sesuatu untuk memperbaiki keadaan, merupakan suatu tindakan yang tidak
manusiawi. Hal ini dikarenakan kecelakaan yang terjadi tidak hanya menimbulkan
penderitaan bagi korbannya (kematian, cacat/luka berat, luka ringan), melainkan
penderitaan juga bagi keluarganya. Oleh karena itu pengusaha mempunyai
kewajiban untuk melindungi pekerja dengan cara menyediakan lapangan kerja yang
aman.
2. Alasan
Ekonomi, setiap kecelakaan kerja yang terjadi akan menimbulkan kerugian ekonomi
seperti kerusakan mesin, peralatan, bahan dan bangunan, biaya pengobatan, dan
biaya santunan kecelakaan oleh karena itu dengan melakukan langkah-langkah
pencegahan kecelakaan, maka selain dapat mencegah terjadinya cedera pada
pekerja, kontraktor juga dapat menghemat biaya yang harus di keluarkan.
3.
Alasan
UU dan Peraturan, UU dan peraturan dikeluarkan oleh pemerintah atau suatu
organisasi bidang keselamatna kerja dengan pertimbangan bahwa masih banyak
kecelakaan yang terjadi, makin meningkatnya pembangunan dengan menggunakan
teknologi modern, pekerjaan kontruksi merupakan kompleksitas kerja yang dapat
merupakan sumber terjadinya kecelakaan kerja dan pentingnya arti tenaga kerja
di bidang kontruksi
4. Alasan
nama baik institusi, suatu perusahaan yang mempunyai reputasi yang baik dapat
mempengaruhi kemampuannya dalam bersaing dengan perusahaan lain. Reputasi atau
citra perusahaan juga merupakan sumber daya penting terutama bagi industri
jasa, termaksud jasa kontruksi, karena berhubungan dengan kepecayaan dari
pemberi tugas/pemilik proyek. Prestasi keselamatan kerja perusahaan mendukung
reputasi perusahaan itu, sehingga dapat dikatakan bahwa prestasi keselamatan
kerja yang baik akan memberikan keuntungan kepada perusahaan secara tidak
langsung.
Dari penjelasan tersebut tentang K3, maka semakin
menyadarkan kepada kita, khususnya perusahaan/pengusaha akan pentingnya K3
dalam bentuk sistem menejemen yang lebih sistematis dan mendasarkan agar dapat
terintegarasi dengan menejemen perusahaan yang lain. Pengintegrasian diawali
dengan kebijakan dari perusahaan untuk menerapkan suatu sistem menejemen K3
untuk mengelola K3. Sistem menejemen K3 mempunyai poal pengendalian kerugian
secara terintegrasi yaitu sebuah kebijakan untuk menghindarkan kerugian bagi
perusahaan, property, personil di perusahaan
dan lingkungan melalui penerapan sistem manajemen K3 yang
mengintegrasikan SDM, material, peralatan, proses, bahan, fasilitas, dan
lingkungan dengan pola penerapan prinsip menejemen yaitu perencanaan (plan),
pelaksanaan (do), pemeriksaan (check), peningkatan (action).
Upaya Perusahaan Dalam
Meminimalisir Kecelakaan Kerja
Perusahaan sebagai institusi bisnis, dewasa
ini, tak semestinya lagi, berada dalam pemikiran klasik, yaitu hanya
berorientasi kepada profit (profit oriented), meskipun memang sudah menjadi
tujuan dasar bahwa perusahaan sebagai institusi profit itu sendiri. Kini bisnis
diharapkan mampu untuk bertranformasi dari pemikiran klasik ke pemikiran
modern, dimana perusahaan sudah harus berfikir, untuk bertindak secara etis di
dalam masyarakat, agar tidak kehilangan masyarakat. Karena dengan semakin
majunya akses informasi, maka semakin mudah bagi masyarakat, untuk mengakses
informasi, termaksud informasi yang terkait dengan eksistensi perusahaan dalam
kehidupan socialnya.
Bahwa perusahaan tak semestinya lagi, hanya berfikir
tentang bagaimana memproduksi barang/jasa, tanpa memperhitungkan keberadaan
dari pelanggan. Pelanggan merupakan mahkluk yang dinamis, dengan kata lain
bahwa mereka saat ini semakin pandai untuk memilih dan memilah product yang di
pasarkan oleh suatu perusahaan. Saat ini pelanggan, tidak hanya berfikir
tentang seberapa bagus produk yang dihasilkan, namun lebih dari pada itu, pelanggan
semakin kritis terhadap perusahaan.
Salah satu hal penting yang menjadi focus kritikan
mereka terhadap bisnis adalah perlakuan safety perusahaan terhadap pekerjanya.
Rasionalisasi mereka didasarkan pada sebuah penilaian bahwa, jika perusahaan
memperlakukan karyawannya dengan sebaik-baiknya, maka perusahaan tersebut, akan
baik pula perlakuannya terhadap pelanggannya, namun sebaliknya jika perlakuan
perusahaan kepada pekerjanya tidak baik, maka kepada pelanggan pun akan kurang
baik. Oleh karena menjadi penting bagi perusahaan untuk memperhatikan
keselamatan pekerja sebagai bagian penting dari faktor produksi perusahaan,
karena lisensi social jauh lebih penting, dari pada sejumlah produk yang
dihasilkan, tetapi tidak laku di pasaran, karena pelanggan tahu bahwa
perusahaan tersebut, tidak konsen pada keselamatan dan kesehatan kerja
pekerjanya.
Oleh karena itu perusahaan harus melakukan
upaya-upaya tertentu, agar bisnisnya dapat terus sustainable ke depannya.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan adalah:
1. Perusahaan
dapat melakukan internalisasi K3 di dalam perusahaannya, melalui
kebijakan-kebijakan progresif perusahaan.
2. Untuk
progresifnya kebijakan perusahaan terkait K3, maka K3 harus harus terencana
dengan baik, mempunyai sasaran dan tujuan yang jelas yang ingin dicapai,
sehingga tidak absurt dalam pelaksanaannya.
3.
Melakukan
komunikasi/sosialisasi yang baik tentang kebijakan K3 tersebut, baik secara
internal (di level pimpinan,
pekerja/buruh dan para shareholder), maupun secara eksternal
(masyarakat/pelanggan), sehingga mereka menyadari secara baik, tentang
keseriusan perusahaan untuk menerapkan K3 tersebut dalam perusahaan, sehingga
reputasi perusahaan dimata pekerja dan public dalam satu persepsi yang sama,
yaitu sebagai perusahaan yang telah menjadikan K3 sebagai konsen utama
korporasi.
4.
Mengintensifkan
fungsi unit kontrol internal perusahaan atas pelaksanaan K3, agar perusahaan
dapat, melakukan upaya-upaya pencegahan, secara lebih tanggap terhadap
potensi-potensi yang dapat memicu terjadinya pelanggaran terhadap K3.
5.
Membangun
relasi yang baik antara bisnis dengan para stakeholder (masyarakat,
pemerintah), sehingga terjadi hormonisasi yang baik antara bisnis dengan para
stakeholder, dll.
Penutup
Peran stragis antara pemerintah dan perusahaan,
sangat di butuhkan guna mengontrol dan meminimalisir terjadi kecelekaan kerja
pekerja. Pemerintah sebagai isntitusi yang berwenang untuk membuat regulasi
ketenagakerjaan, patut pula untuk mempehatikan rasa keadilan bagi pekerja dan
perusahaan. Sebaliknya perusahaan sebagai isntitusi yang mempergunakan jasa
para pekerja untuk mendorong perusahaan dalam pencapaian tujuannya, hendaknya
juga mempertimbangkan rasa keadilan bagi pekerja. Apa yang menjadi hak para
pekerja, hendaknya di tunaikan oleh perusahaan, tak terkecuali adalah hak asasi
dasar akan keselamatan, kesehatan dan kemanan yang baik dalam pekerjaan.
Kolaborasi antar kedua institusi ini, diharapkan
mampu untuk menjembati hak para pekerja, tanpa mereka melupakan apa yang
menjadi tujuan dasarnya. Sebaliknya para pekerja juga harus mampu untuk
menempatkan diri pada kondisi ideal dalam bekerja, sebagai kosekuensi atas
ditunaikannya hak asasi dasar mereka oleh perusahaan.
Upaya-upaya yang dilakukan oleh kedua elemen
tersebut akan mampu terwujudkan, mana kala kedua isntitusi tersebut mampu
bersinergi dan memahami secara benar dan mendatail apa yang semestinya mereka
jalankan, yaitu bagaimana kemudian sistem menejemen keselamatan dan Kesehatan
kerja (K) pekerja, mampu mereka pastikan bahwa berjalan (berlangsung)
sebagaimana yang telah di rencanakan. Karena tanpa adanya komitmen yang baik
antar elemen tersebut, maka upaya-upaya yang ditawarkan hanya akan menjadi
solusi biasa yang tak memiliki manfaat apa-apa bagi bagi perbaikan si stem menejemen
K3
DAFTAR
PUSTAKA
- Departemen
Kesehatan. 2014. “1 orang
pekerja di dunia meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan kerja “ (online) http://www.depkes.go.id/article/print/201411030005/1-orang-pekerja-di-dunia-meninggal-setiap-15-detik-karena-kecelakaan-kerja.html,
diakses tanggal 7 Januari 2015.
- Universitas Indonesia. Tanpa
Tahun.”Tinjauan Pelaksanaan” (online)
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:hm_wxlySuwkJ:lib.ui.ac.id/file%3Ffile%3Ddigital/122584-S%25205532-Tinjauan%2520pelaksanaan-Pendahuluan.pdf+&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id, diakse tanggal 7 Januari 2015.
- Sindo News.com. 2013. “192.911 peserta Jamsostek alami kecelakaan
kerja”(online) http://ekbis.sindonews.com/read/836859/34/192-911-peserta-jamsostek-alami-kecelakaan-kerja-1392713047, diakses tanggal 7 Januari 2015.
- Health Safety &
Protection. 2011. “Konsep Dasar
Keselamatan Kerja” (online) http://healthsafetyprotection.com/konsep-dasar-keselamatan-kerja/ diakses tanggal 7 Januari
2015.
-
Wirahadikusuma, Reini D.
2007.” Tantangan Masalah Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Pada Proyek Konstruksi Indonesia.”(online) http://www.ftsl.itb.ac.id/kk/manajemen_dan_rekayasa_konstruksi/wp-content/uploads/2007/05/makalah-reini-d-wirahadikusumah.pdf diakses tanggal 7 Januari
2015
- Indonesia News. 2013. “Menakertas: Kecelakaan Kerja Masih Tinggi.” Online)
http://beritando.blogspot.com/2013/01/menakertrans-kecelakaan-kerja-masih.html diakses tanggal 7 Januari
2014.
-
Budi Cutom dot com. 2014.” Materi ke 1 K3 AKN : Konsep Dasar
Keselamatan dan Kesehatan Kerja”. (online) http://www.budicutom.com/?p=179, diakse tanggal 7 Januari
2015
-
Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 Tentang Ketenagakerjaan
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja No.05/MEN/1996 tentang sistem menejemen dan kesehatan
kerja.






Komentar
Posting Komentar