Pendahuluan
Corporate Social Responsibility (CSR) tentunya bukan lagi istilah yang asing (awam) bagi kita. CSR yang bermakna tanggung jawab sosial perusahaan merupakan sebuah tuntutan global dimana perusahaan (corporate) tidak hanya dinilai dari kinerja keuangan dan pemasaran produknya saja namun juga kinerja sosialnya. Bahkan tidak hanya kinerja keuangan dan sosialnya saja tetapi juga menyangkut kinerja lingkungannnya, dimana perusahaan dituntut untuk menjaga keseimbangan dan harmonisasi ketiga elemen, guna sustainability corporasi-nya.
Corporate
Sosial Responsibility (CSR) jika kita lihat dalam perspektif historis-nya istilah CSR
sudah ada sejak tahun 1970-an, dan semakin populer semenjak kehadiran dari buku
“Cannibal With Forks: Triple Bottom Line
in 21st Century Bussines” Karya John Elkington, dengan konsep Triple bottom line-nya atau dalam ke Indonesian kita mengenalnya dengan jargon
3P yaitu people, planet dan profit. Konsep sederhana tetapi
universal yang di ide kan oleh John Elkington untuk mengurai benang merah
keterikatan antara bisnis (profit),
masyarakat (people) dan lingkungan (planet).
Bahwa saat ini bisnis
tidak boleh lagi hanya berada dalam pola pikir yang tradisionil sebagaimana
yang diungkapkan oleh pakar ekonom tradisional, Milton Friedman dengan
mengatakan bahwa perusahaan merupakan institusi profit yang berkewajiban untuk mencari keuntungan sepanjang masih
dalam kerangka hukum yang berlaku (Bahruddin, 2012:103). Memaksimalkan profit, tapi menggerus masyarakat dan
lingkungan dengan hanya bersandar pada regulasi yang bersifat formal dan kaku.
Dalam konteks ke-Indonesian,
istilah CSR itu populer baru ditahun 1990-an (baca: 1992), meskipun dalam literatur-literatur yang lain juga dikatakan
bahwa CSR sudah dilakukan oleh perusahaan sejak puluhan tahun yang lalu, hanya
saja terminologi yang digunakan bukan lah terminologi CSR sebagaimana yang kita
pahami bersama saat ini, tetapi terminologi yang digunakan itu adalah
terminologi yang lain, sebut saja CSA (Corporate
Social Activity) atau aktivitas sosial perusahaan (Alex, 2009:7), yang merepresentasikan peran
serta dan kepedulian perusahaan terhadap aspek sosial dan lingkungan dimana
perusahaan tersebut beroperasi. Dengan asumsi bahwa jika perusahaan melakukan
kegiatan tersebut, maka perusahaan akan mendapatkan safety (keamanan), image yang baik dari masyarakat, atau dalam
perspektif yang lain bahwa itu adalah bentuk investasi sosial yang dilakukan
perusahaan dalam mendapatkan labeling
dari masyarakat sebagai perusahaan yang konsen dan peduli terhadap kondisi
masyarakat. Bukan hanya berfikir tentang menuai profit maksimal tetapi perusahaan sadar bahwa lisensi sosial dan
citra yang baik penting pula untuk
mereka sandang dari masyarakat, agar perusahaan mereka dapat aman dan
sustainability dimasa yang akan datang.
Bentuk implementasi
tentang CSR yang dilakukan oleh perusahaan saat ini cukup beragam jenisnya,
digantungkan pada pemahaman, kondisi dan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat.
Secara garis besar, bentuk CSR ini dapat di kelompokan dalam tiga bentuk, yaitu
: (1). Dalam bentuk karitatif (charity),
program yang sifatnya murni untuk amal, dan biasanya diwujudkan sesuai dengan
keinginan masyarakat. Bentuk ini cukup banyak kelemahannya antara lain: tidak
bisa memberikan jaminan kesejahteraan bagi masyarakat dalam interval waktu yang
lama, muncul kesan memanjakan masyarakat, dan rentan terhadap munculnya konflik
yang sifatnya horizontal (sesama masyarakat), (2). Bentuk Kedermawanan (philanthropy), bentuk ini umumnya
dilakukan oleh orang-orang yang punya cukup banyak dana (kaya) dan ingin beramal sekaligus ingin
mengatasi masalah sampai ke akarnya. Mereka yang melakukan CSR dalam bentuk
yang satu ini, disandarkan pada
kesadaran norma etika dan hukum yang universal akan perlunya dilakukan
redistribusi kekayaan. Program ini berwujud hibah untuk pembangunan baik
infrastruktur maupun SDM, dan kelompok sasarannya bukan hanya orang miskin saja
tapi kepada masyarakat luas, (3). Bentuk pemberdayaan masyarakat, salah satu
implementasi CSR adalah melalui apa yang disebut dengan corporate citizenship, yaitu suatu cara pandang perusahaan dalam
bersikap dan berprilaku ketika berhadapan dengan pihak lain, misalnya
berhadapan dengan customer, supplier,
community, government dan stakeholder
yang lain. Corporate citizenship
salah satu tujuannya adalah bagaimana memperbaiki reputasi perusahaan,
meningkatkan keunggulan kompetitif dan membantu memperbaiki kualitas hidup
manusia. Corporate citizenship juga
terkait dengan masalah pembangunan masyarakat, perlindungan dan pelestarian
lingkungan dan tak kala pentingnya adalah bagaimana memberikan akses terhadap
pemberdayaan masyarakat (community
development).
Sekilas
Tentang Konsep CSR
Sampai saat ini belum
ada terminologi yang jelas, ketika mendefinisikan tentang CSR, akibatnya
masing-masing orang memiliki pendefinisian masing-masing tentang CSR. Padahal
konsep yang jelas akan membantu untuk memperjelas ketercapaian dari
implementasi CSR yang dilakukan oleh perusahaan. Ada yang mendefinisikan CSR
hanya sebagai sebuah voluntery, ada
juga yang mendefinisikan CSR itu sebagai sebuah bentuk tanggung jawab sosial
yang diwajibkan (obligation). Bahkan
ada pula yang mengatakan CSR itu hanya untuk eksternal perusahaan, tetapi ada
juga yang mengatakan bahwa CSR itu untuk internal perusahaan, bahkan ada yang
mengatakan kedua-duanya (internal dan eksternal). Terlepas dari beragamnya
konsep tentang CSR, namun kita dapat mengambil beberapa konsep yang diutarakan
oleh para pakar ataupun lembaga guna membantu kita untuk mencoba mendudukan CSR
sebagai tanggung jawab sosial yang seperti Apa. Misalnya saja konsep CSR yang
didefinisikan oleh World Bank (Fox, Ward and Howard, 2002:1 dalam
Bahruddin, 2012:107), mendefinisikan CSR sebagai komitmen sektor bisnis untuk
mendukung terciptanya pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). World
Business Council for Sustainable Development (WBCSD) mendefinisikan CSR
adalah sebagai komitmen keberlanjutan dari sektor bisnis untuk berpartisipasi
meningkatkan pembangunan ekonomi sekaligus meningkatkan kesejahteraan pekerja
(karyawan), keluarganya dan juga masyarakat luas (WBCSD, 2000 dalam Bahruddin,
2012:107). Selanjutnya masih dalam sumber yang sama European Commision dalam green
paper yang berjudul “Promoting a
European framework for corporate sosial responsibility” (EU) mendefinisikan
CSR sebagai konsep yang menempatkan perusahaan untuk mengintegrasikan sosial
dan lingkungan sebagai bagian penting dalam kegiatan bisnisnya dan juga
interaksinya dengan stakeholders lain yang berbasis voluntary. Meskipun kemudian konsep EU ini mendapatkan kritikan
keras dari berbagai pihak karena menempatkan CSR bukan sebagai komitmen tetapi
sebagai voluntary.
Namun dari berbagai
definisi-definisi tersebut tentang CSR logic
yang dapat kita ambil adalah bahwa CSR menjadi kebutuhan perusahaan guna
menjaga sustainability-nya. Bahwa apa yang dikontribusikan oleh perusahaan
tidak hanya bermanfaat untuk masyarakat tetapi juga bermanfaat bagi perusahaan
itu sendiri. Sehingga dengan demikian pada
posisi ini, kita tidak perlu memperdebatkan lagi menyangkut ada atau tidak,
namun jauh dari pada itu kita telah memposisikan CSR sebagai bentuk kedermawanan
atau Kewajiban (obligation).
International
Petroleum Industry Environment Conservation Association
(IPIECA) (Bahruddin, 2012:108) menegaskan
bahwa adanya CSR di industri minyak dan gas bumi akan memberikan beberapa
manfaat. Pertama, membantu perusahaan
membangun reputasi positif dimata investor,
pemerintah dan media. Reputasi ini menjadi penting ditengah kompentisi bisnis
migas yang semakin ketat. Kedua, meningkatkan
iklim bisnis industri minyak dan gas bumi. Ketiga,
mendorong akses untuk perluasan bisnis dalam negeri maupun lintas Negara. Keempat, semakin diminati para pekerja
karena merasa nyaman bekerja di institusi yang menghargai hak asasi manusia
(HAM). Kelima, menjaga kepastian
produksi melalui tumbuhnya lisensi sosial. Karena lisensi sosial merupakan
kebutuhan pokok bagi industri minyak dan
gas bumi. Banyak perusahaan berhenti produksi karena gangguan sosial. Jutaan
dolar hilang begitu saja karena terhentinya pekerjaan. Atas kelima manfaat
tersebut lah yang secara alami “memaksa” perusahaan untuk melaksanakan CSR atas
kesadaran diri tanpa keterpaksaan regulasi. Meskipun juga harus kita akui bahwa
tidak semua perusahaan atau orang akan mengatakan hal yang sama tentang
arus-arus argumentasi yang kita bangun tersebut, karena orang akan memandang
dalam kerangka padang mereka masing-masing.
Di negara berkembang
seperti Indonesia diterbitkan beberapa aturan hukum terkait tanggung tawab sosial perusahaan tujuannya adalah untuk
mengikat dan mempertegas kembali tentang kewajiban perusahaan terhadap lingkungan
dan sosialnya, karena banyak juga perusahaan yang acuh untuk melaksanakan CSR
ini sebagai sebuah kewajiban yang harus di keluarkan. Banyak juga opini yang
terbangun di kalangan perusahaan bahwa dana CSR mereka telah terakumulasi dalam
pajak-pajak yang mereka bayarkan kepada negara. Dan negara lah yang bertanggung
jawab untuk mendistribusikan dana-dana tersebut kepada masyarakat. Padahal
kalau kita mengacu kepada Undang- Undang nomor 40 tahun
2007 tentang perseroan terbatas, pasal 74 ayat 2 disebutkan bahwa tanggung
jawab sosial dan lingkungan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) di Undang Undang yang sama (UU
nomor 40 tahun 2007) merupakan kewajiban
perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang
pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran, hal ini
kemudian sinkron dengan ketentuan yang diatur pada pasal 66 UU nomor 40 tahun
2007 yang mengatur tentang laporan
tahunan, dimana direksi dalam laporan tahunannya pada rapat umum pemegang
saham, di dalam laporannya sekurang kurangnya
harus memuat terkait beberapa hal
diantaranya sebagaimana pada point c
yaitu mengenai laporan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Dengan
demikian jelas lah bahwa biaya pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan
(TJSL) diperhitungkan sebagai salah satu pengeluaran perusahaan pada akhir
tahun buku. Namun demikian hal yang harus dipahami bahwa biaya TJSL bukan lah
pajak tambahan bagi perseroan atau inklut
di dalam pembayaran pajak itu sendiri, akan tetapi hal yang harus dibedakan
adalah uang untuk pengutan pajak itu digunakan untuk pembangunan secara
nasional sedangkan dana TJSL dipergunakan bagi masyarakat sekitar perusahaan
dan pemulihan lingkungan dimana perusahaan berada, sehingga terkait hal
tersebut tidak dapat di generalisir
(Sandi dan Karina, 2012:67-69).
Beberapa aturan lain yang terkait
adalah Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47
Tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, Peraturan Menteri BUMN
Nomor Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan dan Bina
Lingkungan (PKBL). Regulasi tersebut bersifat wajib pada domain perusahaan
yang berbeda, mulai dari statuta, jenis usaha, cakupan dan lokasi perusahaan.
Namun intinya adalah bagaimana negara hadir untuk memaksa perusahaan untuk
peduli kepada lingkungan sosial, dimana mereka beroperasi dan tidak melulu profit oriented, meskipun itu adalah
tujuan utamanya.
Mengapa PT.
Chevron Pasific Indonesia?
Sebelum membahas lebih jauh
mengapa Praktek CSR PT. Chevron Pasific
Indonesia yang di pilih untuk dikaji pada essay ini, maka perlu untuk diketahui
bahwa PT. Chevron Pasific Indonesia merupakan anak perusahaan dari Chevron. Chevron merupakan salah satu perusahaan energi terbesar
di dunia, Revrikson Baswir, Kepala Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM dalam
paparannya selaku pembicara pada acara diskusi publik yang diadakan oleh
Jurusan Sosiologi UGM (Selasa, 23 Desember 2014) bertempat di ruang Dekanat
Fisipol UGM dengan topik ”Tantangan
Politik Ekonomi Indonesia 2015” mengungkapkan
bahwa dari 10 perusahaan raksasa migas
dunia, Chevron merupakan salah satu dari
10 perusahaan yang dimaksud tersebut. Chevron menempati posisi ke-8 dengan
hasil mencapai $220 Billion dolar, sebuah angka yang fantastis yang dimiliki
oleh sebuah Multinasional Corporate.
Perusahaan asal America ini aktif di
180 negara di dunia bergerak di industri minyak, gas, eksplorasi, dan produksi.
Selain itu Chevron juga bergerak di sumber energi alternatif yang meliputi
geotermal, energi surya, angin, bahan bakar nabati, sel solar dan hidrogen. Chevron
merupakan produsen geotermal (energi panas bumi) terbesar di dunia di Jawa
Barat (Darajat dan Salak). Geotermal merupakan energi yang mampu
menghasilkan listrik yang andal tanpa
efek gas rumah kaca Chevron berdiri sejak tahun 1879 dengan nama pertama adalah
Standard Oil Company of California (SOCAL).
Chevron sudah menjadi mitra dalam
perekonomian Indonesia sejak tahun 1924 atau sudah sekitar 80 tahun menjadi
mitra perekonomian Indonesia. Sebuah rentan waktu yang panjang jika di ukur dalam ikatan history
waktu. Chevron juga merupakan produsen minyak mentah terbesar di Indonesia,
menyumbang sekitar 40% produksi minyak nasional. Chevron juga menyuplai minyak
mentah dan bahan bakar mentah lain
kepada pertamina yang kita tahu bahwa Pertamina merupakan perusahaan Badan Usaha Milik Ngeara (BUMN). Pada tahun
2011 total rata-rata produksinya sebesar 442.000 barel fluida per hari, total rata-rata produksi harian gas alam adalah 66 juta kaki kubik. Jumlah
Sumber Daya Manusia (SDM) Chevron mencapai angka 36.400 orang terdiri dari
6.400 karyawan Chevron dan 30.000 karyawan mitra dengan persentase pekerja 97 %
adalah Warga Negara Indoensia (WNI). Chevron juga beroperasi di hampir semua
pulau besar di Indonesia yaitu Sumatra (Riau/Duri dan Minas), Kalimantan (Kutai
Kartanegara/Kutei Basin) dan Jawa (Jawa Barat/Darjat dan Salak). Sulawesi
(Makassar), dan Papua Barat.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya
bahwa PT.Chevron Pasific Indonesia (CPI) merupakan anak perusahaan dari Chevron.
PT. Chevron Pasific Indonesia bergerak
di bidang pemasaran produk minyak pelumas, tidak hanya di Indonesia tetapi di
negara lain juga seperti Singapura.
Dengan sasaran pemasaran adalah melayani pasar komersil, industri konsumen,
umum dan kelautan. Mengoperasikan 90 lapangan di Sumatra (Duri dan Minas). PT. Chevron
Pasific Indonesia juga mempergunakan alat Teknologi Injeksi Uap guna percepatan
proses eksplorasi minyak di lapangan operasinya. Pada tahun 2011 80 % lapangan-lapangan di Duri (daerah operasi
utamanya) telah beroperasi dengan
injeksi uap (212 sumur produksi dan 58 sumur sedang dalam proses pengeboran). Pada tahun 2012 PT. Chevron Pasific Indonesia mendapatkan izin
dari pemerintah untuk kontrak pembangunan perluasan proyek ”North Duri Development” di area 13 dan sudah beroperasi sejak
tahun 2013. Proyek ini merupakan proyek pengembangan lapangan minyak Duri Utara
area 13. Proyek Injeksi Uap ini menelan biaya
sebesar 500 juta dolar AS, tujuannya adalah untuk meningkatkan hasil eksplorasi
minyak hingga 17.000 barrel minyak
per hari dari lapangan minyak Duri di Sumatra. Jika di North Duri Development (NDD) area 13 akan memiliki 539 Sumur Baru
yang terdiri atas 358 sumur produksi, 145 sumur injeksi uap dan 36 sumur
observasi tempratur, maka bisa di hitung barapa banyak minyak yang akan
dihasilkan perhari jika proyek tersebut berhasil.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 pasal
74 ayat (1) ditentukan bahwa perseroan yang kegiatannya usahanya di bidang
dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab
sosial dan lingkungan (TJSL) (Sandi dan Karina, 2012:64). Sebagai salah satu perseroan
terbatas dan kegiatannya bergerak dalam
proses eksplorasi sumber daya alam (SDA) dan tentunya berdampak bagi lingkungan operasinya
serta memiliki cukup banyak aset di Riau, maka PT. Chevron Pasific Indonesia
tentu akan mempertimbangkan secara matang terkait sustainability-nya dan bagaimana menjaga reputasi-nya (baca: citra/image) dimata para stakeholder-nya. Dari sejumlah stakeholder
yang ada di lingkungan PT. Chevron Pasific Indonesia, salah satu stakeholder yang terpenting adalah community
yaitu masyarakat di Provinsi Riau, secara lebih spesifik adalah masyarakat di
daerah operasi PT. Chevron Pasific Indonesia di Duri dan Minas sebagai lapangan
utamanya. Bagi mereka safety dan
pengakuan dari masyarakat di Riau (Duri dan Minas) terhadap operasi mereka itu
jauh lebih penting untuk bagaimana mereka menjaga keberlanjutan operasi mereka.
Kontribusi PT. Chevron Pasific Indonesia melalui CSR adalah bukti bahwa PT.
Chevron Pasific Indonesia membutuhkan lisensi sosial dari masyarakat Riau (Duri
dan Minas) demi menjaga eksistensi
operasi mereka di Riau.
Teori
Stakeholder
Dalam teori stakeholder di katakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk
kepentingan sendiri namun harus mampu memberikan manfaat bagi stakeholder-nya. Keberadaan suatu
perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan oleh stakeholder perusahaan tersebut (Ghozali
dan Chariri, 2007).
Dalam paham ini, memberikan pencerahan
bahwa perusahaan dalam beroperasi bukan hanya untuk kepentingannya sendiri,
akan tetapi harus mampu untuk memberikan manfaat bagi yang lain. Perusahaan
dituntut untuk tidak hanya berfikir tentang profit,
tetapi juga harus berfikir tentang nilai outcome
dari keberadaan perusahaan itu sendiri bagi lingkungan sekitarnya. Patut pula
untuk corporate sadari bahwa lisensi
sosial penting untuk mereka dapatkan untuk sustainablity
dari perusahaan dimasa yang akan datang.
Budiman dkk (2008), mengatakan bahwa
individu, kelompok maupun komunitas dan
masyarakat dapat dikatakan sebagai stakeholder jika memiliki karakteristik
seperti mempunyai kekuasaan, legitimasi dan kepentingan terhadap perusahaan.
Hal terpenting yang harus kita pahami
bersama bahwa perusahaan merupakan bagian dari sistem sosial yang berada dalam
sebuah wilayah. Baik yang bersifat lokal, nasional maupun internasional,
berarti perusahaan merupakan bagian dari masyarakat secara keseluruhan. Jika
kita kaitkan dengan pendefinisian stakeholder
sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Budiman dkk, maka stakeholder tidak bisa lagi hanya kita pandang sebagai kelompok
internal perusahaan (employees, investor,
supplier, customer dan creditor)
tetapi jauh dari pada itu, stakeholder
juga harus kita pandang secara eksternal yang meliputi goverment, competitor, media, consumer advocate group, special interest
group.
Perusahaan merupakan bagian dari
beberapa elemen yang membentuk masyarakat dalam sistem sosial yang berlaku. Perusahaan
dan masyarakat mengalami proses hubungan timbal balik antara perusahaan dengan
para stakeholder-nya. Perusahaan
dituntut untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri dan stakeholder-nya.
Dalam teori stakeholder pada perusahaan
modern. Menurut Edwar Freeman (dalam bonysirait.blogspot.com), perusahaan bukan
lagi sebagai perangkat hukum untuk memperoleh keuntungan dan kepentingan bisnis
individu. Meskipun dalam kenyataannya masih banyak perusahaan yang hanya mengutamakan
keuntungan perusahaan dan kurang memikirkan kesejahteraan karyawan dan
lingkungannya.
Konsep stakeholder menurut pandangan Freeman dan Reed (1983) (dalam
bonysirait, blogspot.com), dibagi menjadi dua definisi yaitu secara sempit dan
secara luas. Secara sempit stakeholder
merupakan kelompok-kelompok yang berperan penting atas keberlangsungan hidup
serta keberhasilan perusahaan (pemegang saham, karyawan, pemasok dan konsumen),
sedangkan secara luas stakeholder di
definisikan sebagai kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh perusahaan (masyarakat, pemerintah dan lingkungan.
Source:
Freeman & Reed (1983) dalam Bonysirait.blogspot.com
|
a.
Pemilik, memiliki
kepentingan keuangan dalam perusahaan, dalam bentuk saham, obligation dan sebagainya. Mereka tentu mengharapkan pengembalian
hasil dari keuangan yang telah mereka berikan kepada perusahaan.
b.
Karyawan, memiliki
kewajiban untuk bekerja sebaik-baiknya dengan segala kemampuan dan keterampilan
yang mereka miliki, mentaati dan menjalankan peraturan yang telah ditetapkan
oleh manajemen perusahaan.
c.
Pemasok, merupakan stakeholder
internal perusahaan, karena dapat mempengaruhi kualitas produksi dan harga
pokok penjualan
d.
Pelanggan, merupakan
sumber pendapatan langsung bagi perusahaan, karena dapat memberikan keuntungan
kepada perusahaan dalam upaya reinventarisasi pengembangan perusahaan dalam
bentuk pembayaran langsung dari kegiatan pembelian produk perusahaan.
e.
Masyarakat
setempat (lokal), stakeholder eksternal
perusahaan yang tidak berkaitan langsung terhadap keberhasilan dan kelangsungan
hidup perusahaan. Masyarakat setempat memberikan hak penuh kepada perusahaan
sesuai dengan aturan hukum dan undang-undang yang berlaku untuk membangun dan
mengembangkan perusahaan sesuai dengan tujuannya. Tetapi pada gilirannya
masyarakat mengharapkan imbalan dari perusahaan dalam bentuk tanggung jawab
sosial baik secara fisik maupun non fisik, baik secara materi maupun non materi.
f.
Manajemen, mempunyai peran
khusus dalam perusahaan. Pada perusahan modern menejemen juga memiliki sebagian
saham perusahaan. Dalam teori stakeholder,
manajemen harus dapat mendefinisikan tujuan perusahaan secara luas.
Pada penulisan essay praktek CSR di PT. Chevron Pasific
Indonesia di Riau, saya menggunakan teori stakeholder.
Dengan lebih fokus pada stakeholder
eksternal perusahaan yaitu Masyarakat setempat (lokal) yang ada di Riau (Duri
dan Minas). Karena dari kajian literatur yang saya lakukan pada praktek-praktek
CSR yang dilakukan oleh PT. Chevron Pasific Indonesia, yang lebih
terkonsentrasi pada kegiatan-kegiatan yang bersifat charity,
philantropy dan Community Development
(CD), ini tentunya tidak terlepas pula dari ruang gerak PT. Chevron Pasific
Indonesia yang senantiasa bersentuhan dengan masyarakat, dan kebutuhan perusahaan akan lisensi sosial dari
masyarakat Riau (Duri dan Minas). Dan untuk tahap analisis kasus-nya di dasarkkan pada kajian-kajian literatur yang
berkenaan dengan PT. Chevron Pasific Indonesia baik dalam literatur-literatur
seperti buku cetak, maupun literatur-literatur yang ada di media electronik seperti web site, blog dan
sejenisnya.
Kegiatan CSR
PT. Chevron Pasific Indonesia di Riau
Kegiatan CSR PT. Chevron Pasific
Indonesia dibagi dalam tiga bidang, meliputi: (1). Kebutuhan Dasar Manusia,
(2). Pendidikan dan Pelatihan, (3). Pengambangan Ekonomi.
1.
Kebutuhan Dasar
Manusia
Kegiatan CSR PT. Chevron Pasific Indonesia di bidang
Kebutuhan Dasar Manusia, lebih difokuskan pada akses penyediaan infrastruktur dan layanan kesehatan. Tujuan dari kegiatan ini
adalah bagaimana PT. Chevron Pasific Indonesia dapat berkontribusi dalam
meningkatkan akses kebutuhan dasar masyarakat Riau yang di fokuskan pada akses infrastruktur dan
pelayanan kesehatan.
a.
Kegiatan
CSR di bidang Infrastruktur
Pembangunan prasarana fisik jalan dan jembatan telah
dilakukan oleh PT. Chevron Pasific Indonesia yang bertujuan untuk memudahkan
perusahaan beroperasi. Selain mendirikan dan memperbaiki bangunan serta
menyediakan sarana pendukung, CD dalam bidang spritual keagamaan dilakukan
dalam bentuk lain seperti memberikan bantuan sosial kepada anak yatim, panti
jompo dan warga kurang mampu. PT. Chevron Pasific Indonesia aktif memberikan bantuan kepada
kegiatan-kegiatan keagamaan dan kemasyarakatan, termasuk yang dilakukan oleh
organisasi sosial kemasyarakatan, pengurus mesjid dan gereja, sekolah, dan
perguruan tinggi seperti musabaqoh Tilawatil Quran (MTQ) dan bazar amal.
b.
Kegiatan
CSR Bidang Kesehatan.
PT. Chevron Pasific Indonesia menaruh perhatian besar terhadap
bidang kesehatan. Perusahaan menjalankan kegiatan CSR di bidang kesehatan
bekerjasama dengan puskesmas-puskesmas antara lain di daerah terutama sekali di
lingkungan daerah operasi. untuk menangani gizi buruk yang diderita bayi dan
anak-anak berumur di bawah lima tahun sesuai permintaan masyarakat. Selain
pelayanan kesehatan, PT. Chevron Pasific Indonesia juga melakukan kegiatan pengobatan
massal, penanganan pasien yang menderita cacat lahir, sanitasi air bersih,
serta pelayanan kesehatan keliling. Salah satu bentuk penanganan bagi pasien
yang cacat lahir ialah menjalankan operasi bibir sumbing gratis terhadap 250
orang di Riau. Mengadakan dan melaksanakan kegiatan khitanan massal bagi
kanak-kanak di desa-desa yang memerlukannya.
2.
Pendidikan dan
Pelatihan
Kegiatan CSR PT. Chevron Pasific Indonesia di bidang
Pendidikan dan Pelatihan, bertujuan untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia
(SDM), khususnya masyarakat di Riau (Duri dan Minas). Salah satu program yang menurut
perusahaan PT. Chevron Pasific Indonesia paling penting adalah memberikan
perhatian terhadap pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) masyarakat Riau.
Perhatian terhadap isu SDM tersebut muncul karena kesadaran akan kenyataan sumber
daya alam Riau yang melimpah tidak berimbang dengan kualitas SDM masyarakatnya.
Oleh karena itu PT. Chevron Pasific Indonesia aktif melakukan berbagai kegiatan program pendidikan yang mengacu
kepada kurikulum, untuk ikut meningkatkan mutu kehidupan generasi muda melalui
proses pendidikan secara formal.
Beberapa kegiatan CSR yang dilakukan oleh PT. Chevron
Pasific Indonesia
adalah mendirikan sekolah (SMA 1 Pekambaru Riau), merenovasi bangunan sekolah
di daerah terpencil, menyediakan buku-buku pelajaran, memberikan insentif
kepada guru-guru, mendirikan sekolah tinggi (Politeknik Caltex Riau) yang
bergerak di bidang industri, memberikan beasiswa:” Beasiswa Darmasiswa Chevron”, Pelatihan kejuruan untuk pemuda dan
pelajar putus sekolah, News Paper In
Education :Guru dan Siswa sertaUniversity
Partnership Program (UPP).
3.
Pengembangan Ekonomi
Kegiatan
CSR PT. Chevron Pasific Indonesia di
bidang Pengembangan Ekonomi, bertujuan untuk berinvestasi
pada kehidupan yang berkelanjutan. Kegiatan CSR di bidang pengembangan
ekonomi, meliputi pelatihan
dibidang pertanian bertujuan untuk membantu memberdayakan masyarakat dalam
bidang ekonomi, khususnya petani. Program pelatihan ini berhasil membina
kelompok-kelompok tani dalam berbagai jenis usaha pertanian. Selain mendapat
pembinaan dari pembimbing dan penyuluh pertanian bekerjasama dengan Dinas
Pertanian tempatan, PT. Chevron Pasific Indonesia membekali dengan bantuan dan
fasilitas berupa bibit tanaman, penyiapan lahan, bangunan bedeng-bedeng
tanaman, dan peralatan pertanian seperti pompa air, traktor tangan, mesin
pembuat pakan ikan, cangkul, parang, dan alat penyemprot hama.
Kegiatan pengembangan ekonomi lain
yang dilakukan oleh PT. Chevron Pasific Indonesia adalah usaha tempatan atau yang dikenal dengan Local
Business Development (LBD). Kegiatan ini tujuannya untuk membangun
masyarakat lokal. LBD merupakan bentuk pengembangan masyarakat dengan tujuan
bisnis yang dikenal dengan kemitraan masyarakat atau community partnership (CP).
Penutup
Terlepas dari munculnya pro kontra
tentang pelaksanaan CSR yang dilakukan oleh perusahaan, serta adanya bias-bias
konsep tentang CSR, hal terpenting yang harus kita pahami adalah bahwa praktek CSR yang dilakukan oleh perusahaan
baik yang usahanya bergerak dibidang
atau berkaitan dengan sumber daya alam (SDA), merupakan kontribusi nyata
yang dilakukan oleh perusahaan baik yang bersifat voluntary (kesukarelaan) ataupun obligation (kewajiban).
PT. Chevron Pasific Indonesia merupakan
anak perusahaan dari Chevron yang berasal dari America (California) adalah satu dari sejumlah perusahaan yang telah
melaksanakan kegiatan CSR di daerah operasi masing-masing. Praktek CSR PT. Chevron Pasific Indonesia di
Riau (Duri dan Minas) terbagi dalam tiga bidang yaitu (1). Pemenuhan Kebutuhan
Dasar Manusia (Infrastruktur dan Pelayanan Kesehatan), (2). Pendidikan dan
Pelatihhan dan, (3). Pengembangan Ekonomi. yaitu lebih terkonsentrasi pada kegiatan-kegiatan
yang bersifat charity, philantropy dan Community
Development (CD).
Namun demikian hal
terpenting harus dipahami dan waspadai bersama dalam CSR adalah jangan sampai
CSR menjadi candu bagi masyarakat, dan menjadi sandra bagi perusahaan dan
menjadi racun yang mematikan masyarakat dan perusahaan.
DAFTAR
PUSTAKA
-
Susetiawan.dkk. 2012. Corporate Social Responsibility: Komitmen untuk Pemberdayaan Masyarakat.
Yogyakarta: Azzagrafika.
-
Gunawan, Alex.2009. Membuat Program CSR Berbasis Pemberdayaan Partisipatif. Yogyakarta:
Publisher Company.
-
Chariri, Anis dan Imam Ghozali. 2007. Teori Akutansi. Fakutas Ekonomi
Universitas Diponegoro Semarang.
-
Baswir, Revrisond.2014. ”Ekonomi Politik
2015”. Bahan Persentasi disampaikan dalam diskusi Publik yang diselenggarakan
oleh Jurusan Sosiologi Fisipol UGM di Yogyakarta pada tanggal 23 Desember 2014
-
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
Tentang Perseroan Terbatas
-
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001
Tentang Minyak dan Gas Bumi
-
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
Tentang Penanaman Modal
-
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun
2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan
-
Peraturan Menteri BUMN Nomor
Per-05/MBU/2007 Tentang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan
-
Bony Sirait. 2014. Peran Bisnis Bagi Masyarakat. (online). http://bonysirait.blogspot.com/2014/04/peran-bisnis-bagi
masyarakat.html?m=1. Diakses :24 Desember 2014
-
Chevron Indonesia. 2001. Chevron
Indonesia. (online). http://www.chevronindonesia.com/about.
Diakses: 18 Desember 2014
Komentar
Posting Komentar