Oleh MARTAIN
| Marthain Buton |
Konflik elit institusi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Kepolisian
Republik Indonesia (Polri), memperlihatkan kepada kita sebagai khalayak masyarakat
Indonesia sebuah perseteruan yang kembali terulang. Banyak pihak yang
menyebutkan bahwa konflik yang terjadi diantara KPK dengan Polri saat ini,
adalah membuka lembaran jilid II dari perseteruan cicak dan buaya yang pernah
terjadi sebelumnya antara POLRI dan KPK. Belum hilang dari memori kita, betapa
kedua lembaga yang saat ini sangat di cintai oleh rakyat Indonesia, harus
berseteru dan saling mentersangkakan satu sama lain.
Institusi yang dianggap mampu
menghadirkan santapan keadilan, yang selama ini di rindukan oleh bangsa ini,
harus saling menikam satu sama lain, ego sektoral yang muncul diantara
keduanya, seakan mensayat-sayat rasa keadilan yang diharapakn oleh bangsa ini.
Terlepas dari konflik yang
terjadi saat ini antara KPK dan Kepolisian, sebagai bagian dari bangsa ini,
kita berharap konflik ini akan segera usai dan bangsa ini semakin mematangkan
diri untuk menghadirkan keadilan dan pemberantasan korupsi yang saat ini
menggerogoti tubuh bangsa ini. Konflik yang terjadi di kedua institusi penegak
keadilan ini jika tak segera diakhiri dan ditemukan win-win solusinya, maka
akan membuat mereka yang saat ini berhianat pada bangsa ini semakin tertawa
terbahak-bahak dan mereka akan mengharapkan kedua institusi ini saling membunuh
hingga akhirnya mereka akan bergeliat untuk merusak tatanan sistem penegak
hukum di negaraan kita.
Konflik tentu bukan lah sesuatu
yang tak dapat di hindarkan, namun bukan berarti juga tak lantas konflik
tersebut tak mampu untuk di redahkan. Para pendiri bangsa ini dalam
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia juga terbumbui dengan embrio-embrio
konflik, namun demikian bukan berarti mereka tak mampu menggolkan kemerdekaan
bangsa Indonesia. Peristiwa Proklamasi yang terjadi pada tanggal 17 Agustus
1945 adalah bukti bahwa ditengah konflik yang terjadi di antara para pendiri
bangsa, mereka masih bisa menekan ego mereka masing-masing untuk pencapaian kemerdekaan
Indonesia, melepaskan bangsa dan rakyat Indonesia dari penjajahan para kolonialisme. Kita bisa belajar dari Ir.
Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tentang bagaimana mengutamakan kepentingan bangsa
dan negara diatas kepentingan pribadi dan golongan. Mereka memberikan
pencerahan kepada kita tentang bagaimana konflik hendaknya di kelolah dengan
baik sehingga tak mengaburkan tujuan kita bangsa dan Negara
Konflik yang terjadi diantara KPK
dan Kepolisian RI adalah bukti bahwa kita belum mampu menjadi bangsa yang move on, yaitu bangsa yang mampu untuk meletakkan
kepentingan pribadi diatas kepentingan bangsa dan Negara. Mencuatnya kasus demi
kasus yang diungkap oleh kedua lembaga ini, tentu saja dapat kita apresiasi
sebagai komitmen kedua lembaga ini untuk menegakkan keadilan dan mengungkap kebenaran
diatas bumi pertiwi kita sehingga keadilan dapat tercipta, sebaliknya kita akan
mengecam pengungkapan kasus-kasus tersebut, mana kala hanya didasarkan pada
persoalan “like And dislike” ataupun ego sektoral kedua lembaga ini, karena
ini akan berimbas pada stabilitas tatanan hukum yang berlaku di Negara ini,
sehingga sudah sepantasnya pengendusan dan pengungkapan kasus-kasus tersebut
diletakkan diatas rel keadilan dan kebenaran.
Kita berharap pula kepada para
tokoh di kedua Institusi ini agar dapat berdiri netral dan independen
dalam menilai konflik di kedua Institusi ini, sehingga tak semakin memperkeruh
persoalan yang ada di kedua institusi ini. Karena biar bagaimana pun mereka
adalah tokoh yang seharusnya dapat diteladani, dihormati dan tak lantas semakin
mengasah pisau konflik diantara kedua institusi ini yang berakibat pada semakin
tajam dan runcingnya akar persoalan yang ada di kedua lembaga ini.
Demikian pula dengan pemerintah,
sebagai pemegang otoritas penuh yang telah dimandatkan oleh rakyat, maka sudah sepatutnya
tak menciptakan keabsuran peran mereka. Ketegasan dari pemerintah yang selama
ini dianggap lemah oleh rakyat, sudah seharusnya dapat membuktikan diri sebagai
institusi yang tegas dan tak memihak. Pencedraan kepada mandat yang telah
rakyat berikan, sama saja menggaling lubang yang dalam untuk menguburkan diri dari
pemerintah sendiri. Rakyat tak akan mampu untuk menyelamatkan mereka, karena
pemerintah sendiri yang menggaling lubang dan mengkontruksi dirinya untuk masuk
ke lubang tersebut.
Pemerintah juga harus mampu untuk
berdiri di posisi netral dalam menyikapi
konflik yang terjadi di kedua lembaga yang saat ini elitnya sedang bertikai.
Negara jika di analogikan sebagai orang tua dan kedua lembaga tersebut sebagai
anak-anaknya, maka negara harus mampu menciptakan rasa keadilan diantara kedua
anaknya yang saat ini sedang bertikai, mendamaikan mereka dengan
bersungguh-sungguh bukan dengan kepura-puraan. Pemerintah juga harus mampu mencerna secara logis dan rasional setiap wejangan yang datang dari para pendewa, “para
eyang”, kakek dan nenek. Pemerintah tak lantas menerima secara mutlak setiap
wejangan yang disampaikan, karena wejangan itu bukan lah mutlak datang dari
tuhan dan mereka semua juga bukan lah para wakil tuhan di dunia. Setiap
wejangan yang datang harus di relevansikan dengan ayat-ayat konstitusi yang ada
di Negara ini, karena kita sedang bernegara.
Oleh karena itu, kita berharap
bahwa konflik yang terjadi kedua institusi ini segera selesai, sehingga kedua
lembaga ini dapat menjalankan tugas masing-masing, yang selama konflik sedikit
terhambat dengan adanya konflik tersebut. Stabilitas hukum dapat terwujud, dan
proses hukum yang melibatkan elit yang ada di kedua lembaga terus dapat
terproses sesuai hukum yang berlaku. Semua pihak dapat menahan diri dan tak
semakin memperkeruh persoalan yang terjadi. Suara kebangsaan harus terus di
eluhkan untuk menjewantahkan kontruksi konflik yang diciptakan oleh mereka yang
tak senang jika bangsa ini tenang, damai dan maju. Kita juga berharap para elit
yang haus akan kekuasaaan untuk segera berhenti dan mulai untuk berkompetisi
secara fair dalam memperoleh
kekuasaan tersebut, tanpa mempergunakan intrik-intrik kotor untuk menggapainya.
Komentar
Posting Komentar