Langsung ke konten utama

PROGRAM BERAS UNTUK KELUARGA MISKIN



PROGRAM PENANGGULANGAN MASALAH SOSIAL

"PROGRAM BERAS UNTUK KELUARGA MISKIN"
(RASKIN)[1]

Martain[2]
14/373440/PSP/5256
 

A.    Pendahuluan
Kemiskinan tentunya bukanlah masalah sosial yang hanya dialami oleh negara-negara berkembang seperti Indonesia, namun dialami juga oleh negara-negara maju seperti America. Di Indonesia kemiskinan terus menjadi masalah sosial yang fenomenal sepanjang sejarah Indonesia. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak Indonesia tidak bisa mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak adanya investasi untuk masa depan, kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan perlindungan terhadap  keluarga,  menguatnya  arus  urbanisasi  ke  kota,  dan  yang  lebih  parah,  kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan secara terbatas.

Berdasarkan data Badan Pusat dan Statististik (BPS) Maret 2014, persentase jumlah penduduk miskin Indonesia mencapai 11, 25%. atau 28,28 juta jiwa orang. Persentase ini, sedikit menurun, jika dibandingkan dengan persentase penduduk miskin Indonesia Maret 2013 yang berada pada persentase 11,37 % atau  mencapai 28,07 juta jiwa. Data tersebuti menunjukan adanya penurunan persentase penduduk miskin Indonesia, di selang waktu satu tahun terakhir ini. Persentase tersebut juga menunjukan bahwa ada usaha yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk menangani masalah sosial dan meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Salah satu upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia guna mengatasi masalah sosial dan meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia adalah dengan  program pemberian beras untuk rakyat miskin (raskin). Raskin merupakan subsidi pangan dalam bentuk beras yang diperuntukkan bagi rumah tangga berpenghasilan rendah sebagai upaya dari pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan dan memberikan perlindungan sosial pada rumah tangga. Raskin berada di kluster satu, dari empat kluster program penanggulangan kemiskinan yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia (Kabinet Indonesia Jilid II), yaitu kegiatan perlindungan sosial berbasis keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pangan pokok bagi mayarakat kurang mampu. Program raskin ini mempunyai tujuan untuk mengurangi beban pengeluaran rumah tangga yang berpenghasilan rendah sebagai upaya dari pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan dan memberikan perlindungan sosial pada rumah tangga.

Secara idealnya tentu seperti tersebut diatas. Namun, terkadang apa yang termaksud di dalam tataran ideal, tidak lah sama dengan prakteknya. Banyak faktor yang dapat menjadi sebab, mengapa secara ideal tidak sama dalam tataran prakteknya mulai dari adanya disorientasi pelaksanaan program raskin, dari program bantuan sosial ke program bantuan politik, kurang tepatnya penerapan regulasi pembagian raskin, dari yang bersifat formal ke non formal, kurang memadainya SDM pengelola raskin, maupun faktor teknis dan non teknis lainnya, sehingga menjadi wajar, ketika muncul pertanyaan-pertanyaan, apakah program raskin ini benar-benar tepat sasaran atau tidak?; benar-benar dinikmati oleh orang-orang yang memang berhak menerimanya atau tidak? dan apakah program raskin ini benar-benar berjalan sebagaimana mestinya sesuai dengan petunjuk dan instruksi pemerintah dalam rangka menanggulangi masalah kemiskinan atau tidak?  Karena fakta di lapangan banyak terjadi malpraktek program raskin, banyaknya masyarakat miskin yang tidak menerima bantuan raskin, praktek pembagian raskin yang tidak tepat sasaran, adanya praktek memiskinkan diri padahal sebenarnya kaya (berkecupan). banyaknya orang miskin yang menjual beras raskin ke orang lain, selain karena orang tersebut mampu juga karena orang tersebut tidak membutuhkan beras tetapi kebutuhan jenis lain sehingga beras tersebut dijual untuk membeli kebutuhan yang diinginkan dan ada juga yang menjual beras raskin karena rendahnya kualitas beras raskin.

Berangkat dari permasalahan tersebut diatas, maka saya (penulis) tertarik untuk mengangkat isu tersebut, dengan focus pembahasan sebagai berikut:
1.     Apakah program raskin ini benar-benar tepat sasaran dan benar-benar dinikmati oleh orang-orang yang memang berhak menerimanya atau tidak ?
2.     Apakah program raskin ini benar-benar berjalan sebagaimana mestinya sesuai dengan petunjuk dan instruksi pemerintah dalam rangka menanggulangi masalah kemiskinan atau tidak?

B.     Konsep Dasar Tentang Kemiskinan dan Raskin
1.      Pengertian Kemiskinan
Menurut Hamzah, Asiah (2012) kemiskinan, pada dasarnya dapat didefinisikan secara sederhana maupun dalam arti luas. Dalam pengertian yang sederhana kemiskinan dapat diterangkan sebagai kurangnya pemilikan materi atau ketidak cukupan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Sementara itu dalam arti yang lebih luas kemiskinan dapat meliputi ketidak cukupan yang lain seperti: rendahnya tingkat pendidikan, rendahnya kesempatan kerja dan berusaha, keterbatasan akses terhadap berbagai hal, dan lain-lain.

Dimensi kemiskinan, secara dinamis mengalami perubahan dengan mempertimbangkan aspek non ekonomi masyarakat miskin. Sedikitnya terdapat sembilan dimensi kemiskinan yang perlu dipertimbangkan, yaitu: (a) ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar (papan, sandang, dan perumahan); (b) aksessibilitas ekonomi yang rendah terhadap kebutuhan dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi yang baik, air bersih, dan transportasi); (c) lemahnya kemampuan untuk melakukan akumulasi kapital; (d) rentan terhadap goncangan faktor eksternal yang bersifat    individual    maupun    massal;    (e) rendahnya kualitas sumber daya manusia dan penguasaan sumber daya alam; (f) ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial kemasyarakatan; (h) terbatasnya akses terhadap kesempatan kerja secara berkelanjutan; (i) ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental; dan (j) mengalami ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial.

Karakteristik penduduk miskin secara lebih spesifik, di antaranya dicirikan oleh beberapa hal sebagai berikut : (a) masyarakat miskin sebagian besar tinggal di pedesaan dengan mata pencaharian dominan berusaha sendiri di sektor pertanian (60,0 %); (b) sebagian besar (60 %) penduduk berpenghasilan rendah mengkonsumsi energi kurang dari 2.100 kkal/ hari; (c) berdasarkan indikator silang proporsi pengeluaran pangan (> 60 %) dan kecukupan gizi (energi < 80%), diperoleh proporsi rumah tangga rawan pangan nasional mencapai sekitar 30,0 %; dan (d) penduduk miskin dengan tingkat SDM yang rendah, umumnya tinggal di wilayah dengan karakteristik marjinal, dukungan infrastruktur terbatas, dan tingkat adopsi teknologi rendah.

2.      Pengertian Penanggulangan Kemiskinan
Dalam Peraturan Presiden No.15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan pasal 1 (ayat1), disebutkan bahwa penanggulangan kemiskinan  adalah kebijakan program pemerintah dan pemerintah daerah yang dilakukan secara sistematis, terencana, dan bersinergi dengan dunia usaha dan masyarakat untuk mengurangi jumlah penduduk miskin dalam rangka meningkatkan derajat kesejahteraan rakyat.

Selanjutnya dalam regulasi yang sama, pada pasal 1(ayat 2) disebutkan bahwa, Program Penanggulangan Kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi.

3.      Pengertian Raskin
Tim Nasioanal Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), (dalam laman http://www.tnp2k.go.id/id/program/sekilas/Raskin, yang diakses tanggal 17 Oktober 2014) menuliskan bahwa raskin merupakan subsidi pangan dalam bentuk beras yang diperuntukkan bagi rumah tangga berpenghasilan rendah sebagai upaya dari pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan dan memberikan perlindungan sosial pada rumah tangga sasaran.

4.      Pengertian Program Raskin
Program Raskin adalah salah satu program penanggulangan kemiskinan dan perlindungan sosial di bidang pangan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat berupa bantuan beras bersubsidi kepada rumah tangga berpendapatan rendah (rumah tangga miskin dan rentan miskin). Program Raskin adalah program nasional lintas sektoral baik vertikal (Pemerintah Pusat sampai dengan Pemerintah Daerah) maupun horizontal (lintas Kementerian/Lembaga), sehingga semua pihak yang terkait bertanggung jawab sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing untuk kelancaran pelaksanaan dan pencapaian tujuan Program Raskin. 


5.      Tujuan Program Raskin
Program Raskin bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran rumah tangga sasaran dalam memenuhi kebutuhan pangan pokok dalam bentuk beras. Lebih jauh, program raskin bertujuan untuk membantu kelompok miskin dan rentan miskin mendapat cukup pangan dan nutrisi karbohidrat tanpa kendala. Efektivitas Raskin sebagai perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan sangat bergantung pada kecukupan nilai transfer pendapatan dan ketepatan sasaran kepada kelompok miskin dan rentan. 

6.       Indikator Keberhasilan Program Raskin
Berhasil tidaknya program raskin yang dilaksanakan oleh pemerintah, maka dapat diukur berdasarkan tingkat pencapaiannya, dengan menggunakan indikator 6T (tepat) yaitu: tepat sasaran, tepat jumlah, tepat harga, tepat waktu, tepat kualitas,dan tepat administrasi

C.    Analisis Program Raskin
Program raskin pada dasarnya sebuah kebijakan pemerintah yang positif dalam rangka membantu kebutuhan pangan masyarakat miskin. Program ini juga dianggap konkrit karena manfaatnya secara langsung dirasakan masyarakat miskin. Hampir seluruh warga miskin menyatakan terbantu dengan adanya progam raskin terutama dalam mensubsidi kebutuhan pangan (konsumsi) keseharian. Di tingkat pusat, program raskin sesungguhnya telah dirancang dengan baik dimana prinsip partisipasi, transparansi dan akuntabilitas telah digariskan agar menjamin distribusi raskin dapat memenuhi sasaran dari segi warga penerima, jumlah beras yang diterima, harga yang terjangkau dan beras yang berkualitas.

Disamping itu, program raskin juga merancang skema pengelolaan yang terstruktur mulai dari pusat, propinsi, kabupaten hingga desa dalam rangka pelaksanaan raskin berjalan efektif. Termasuk membentuk unit pemantauan dan complain sehingga hasil dan manfaatnya sesuai dengan tujuan raskin serta sekaligus dapat meminimalisir penyimpangan. Lebih dari itu, penerima manfaat dari program raskin juga secara ketat diperuntukan bagi warga yang benar-benar terkategori miskin. Hal ini tercermin dari penggunaan data PPLS 2011 sebagai dasar dalam menetapkan rumah tangga sasaran dan penyebarluasan poster DPM dan kartu RTS-PM sebagai media kontrolnya.
Nampaknya pelaksanaan program raskin berjalan efektif hingga tingkat Kabupaten dan Kota, dimana seluruh skema pengelolaan dan kegiatan relatif dapat dijalankan seperti sosialisasi program raskin dan alokasi kuota raskin. Namun untuk kegiatan lain yang menjamin efektivitas pelaksanaan raskin di masyarakat dengan hasil yang baik nyaris kurang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten (Tim Raskin) misalnya verifikasi, monitoring ataupun penetapan kebijakan yang mendukung. Implikasinya, program raskin di masyarakat dapat disebut kurang berjalan secara optimal baik dilihat dari aspek proses dan hasilnya. Boleh dikatakan tidak ada kabupaten/kota yang dapat disebut berhasil dan sempurna dalam melaksanakan program raskin dengan hasil optimal. Setiap lokasi memiliki kelebihan dan keterbatasan masing-masing.

Berdasarkan Laporan Kegiatan Pelaksanaan dan Perkembangan Tahap 3 Monitoring  dan  Evaluasi Program Raskin 2012-2013 pada tahun 2013, yang dilaksanakan di 22 Kabupaten dan Kota pada 11 Provinsi di Indonesia dalam bentuk monitoring dan evaluasi (monev), melalui pendekatan survey, indepth interview, dan focus group discussion di 22 yang dilakukan oleh Prisma Resource Centre LP3ES bekerjasama dengan TNP2K dan PRSF-Ausaid selama 8 bulan dari Juli 2012 Maret 2013, ada 11 catatan penting terkait dari beberapa indikasi dari belum optimalnya pelaksanaan program raskin adalah sebagai berikut :
1.         Kegiatan sosialisasi program raskin kepada masyarakat sebagai wahana pemahaman tentang hak dan kewajiban warga penerima manfaat ternyata tidak sepenuhnya dilaksanakan oleh desa/kelurahan. Hanya sekitar 50% dari desa/kelurahan yang telah melaksanakan sosialisasi, itupun dengan materi yang umumnya menyangkut teknis (waktu dan tempat) penebusan dan kewajiban (harga beras dan mekanisme pembayaran). Sementara terkait dengan hak RTS (jumlah beras, kualitas beras, periode penerimaan) kurang disampaikan.
2.         Sosialisasi kepada masyarakat luas bahwa program raskin diperuntukan bagi warga yang benar-benar terkategori miskin melalui penyebarluasan poster DPM (daftar penerima manfaat) ternyata kurang berjalan sesuai dengan diharapkan. Hanya 20% desa/kelurahan yang memasang poster DPM di ruang terbuka dan sisanya tidak memasang atau hanya menyimpannya di kantor atau rumah kepala desa/lurah maupun di dusun.
3.         Demikian pula untuk Kartu RTS-PM. Meskipun lebih banyak desa/kelurahan yang membagikan Kartu RTS-PM dan menggunakan ketika penebusan, namun tercatat 52 desa atau 47,27% yang tidak membagikan kartu ke warga. Hal ini bukan karena masalah instrument kartunya melainkan lebih soal manajemen kartu yang belum optimal. PT. Pos sebagai penanggungjawab pembagian kurang faham dengan esensi kartu dalam program raskin dan semata-mata hanya berperan sebagai kurir. Termasuk mekanisme penggunaannya dan formatnya yang dirasakan rumit oleh aparat di desa sehingga kurang banyak digunakan sebagai alat penebusan.
4.         Sekalipun banyak kepala desa/kelurahan dan aparaturnya mengeluhkan bahwa daftar  DPM  kurang  sesuai  dengan  kenyataan  di  masyarakat,  namun  ironisnya peluang untuk melakukan penggantian RTS-PM melalui musyawarah justru tidak dilakukan. Mengganti atau menambah jumlah RTS-PM seringkali dilakukan sepihak oleh kepala desa, kepala dusun dan RW/RT. Hanya 19,54% desa/kelurahan yang melakukan kegiatan musyawarah dengan melibatkan warga untuk mengganti atau menambah warga yang menjadi RTS-PM.
5.         Dalam kaitan dengan distribusi beras raskin nampaknya juga tidak berjalan optimal.
       Hal ini nampak dari hanya 24,54% desa/kelurahan yang membagi atau menjual beras sesuai ketentuan (15 kg/RTM) dan harga jual atau penebusan sesuai yang telah ditentukan (34,09%) serta beras cukup berkualitas mengikuti Inpres Perberasan (38,18%). Ini berarti, lebih banyak desa/kelurahan yang mendistribusikan beras ke RTS-PM kurang mengikuti ketentuan yang ditetapkan.
6.         Masalah lain yang menjadi keluhan warga adalah soal ukuran (jumlah) beras yang diterima di titik distribusi (desa) dan titik bagi (dusun/RT) yang seringkali kurang sesuai dengan ketentuan (dibawah 15 kg/sak). Disamping secara alami memang kurang, namun yang banyak terjadi adalah berlubangnya kantong (sak) beras sejak keluar dari gudang Bulog. Hal ini merugikan warga karena jumlahnya berkurang dan aparat desa karena dianggap warga sebagai ‘tikus” yang mengurangi beras.
7.         Disamping masalah kualitas dan harga yang kurang sesuai di banyak lokasi, soal lain dalam distribusi yang lebih penting lagi adalah terkait dengan ketepatan dan kepastian waktu dalam penyaluran beras ke warga. Hasil monitoring menunjukan bahwa di banyak lokasi yang penyalurannya 3,4 dan 5 kali dalam setahun atau tidak rutin setiap bulan. Demikian pula dengan kepastian waktu (tanggal) penyalurannya. Kondisi ini sangat merugikan warga (RTS-PM) karena harus berusaha keras untuk mendapatkan dana agar dapat menebus beras dan bahkan dapat kehilangan hak- nya jika tidak memiliki uang untuk menebus.

8.         Dalam kaitan dengan penyelenggaraan raskin di tiap daerah maka pada dasarnya tidak ada satupun Kabupaten/Kota yang menjadi lokasi monitoring telah mematuhi seluruh ketentuan yang digariskan dalam pedoman. Hanya terdapat 2 (dua) wilayah yang relatif cukup baik melaksanakan 6 (enam) indikator keberhasilan program raskin. Kedua wilayah ini adalah Kabupaten Bangka dan Kabupaten Belitung. Relatif lebih baiknya pelaksanaan raskin di 2 wilayah ini dikarenakan :
a.         Transparansi proses pelaksanaan raskin dari aparat desa/kelurahan kepada warga (RTS-PM) sejak tahap sosialisasi sehingga dapat direduksi tingkat penyimpangan seminal mungkin.
b.         Dukungan pemerintah Propinsi dan Kabupaten dalam mendukung effektivitas pelaksanaan raskin mulai dari kegiatan sosialisasi hingga penyaluran raskin. Pemerintah Bangka dan Belitung yang menyediakan dana APBD untuk biaya transportasi dan biaya operasional penyaluran raskin (pengadaan kantong, honor petugas dan lainnya). Sementara pemerintah Kota Bogor melalui APBD membantu biaya sosialisasi dan musyawarah raskin dengan warga
c.          Pemahaman dan integritas yang baik dari sebagian besar Lurah dan Kepala Desa terhadap program raskin yang diperuntukan bagi warga miskin. Sehingga mengurangi tingkat penyimpangan dalam penyaluran raskin kepada warga baik dalam jumlah beras yang disalurkan dan harga yang ditetapkan. Meski ada penambahan biaya yang dibebankan, namun hal ini diputuskan secara terbuka dan digunakan untuk kepentingan desa.
10.  Ada sejumlah kelemahan yang mengakibatkan kurang efektif dan optimalnya proses dan hasil pelaksanaan program raskin di masyarakat yaitu :
a.         Rendahnya dukungan pemerintah kabupaten dan kota dalam berbagai bentuk untuk menjamin kelancaran dan efektivitas raskin di masyarakat
b.         Kuat dan bahkan dominannya peranan kepala desa/lurah dalam menentukan masalah teknis pelaksanaan raskin
c.         Tidak adanya tokoh masyarakat (individu) dan kelompok (LSM, Universitas, Organisasi masyarakat) yang membantu warga masyarakat dalam memperjuangkan hak-haknya.
11.    Sekalipun pelaksanaan program raskin kurang berjalan efektif, namun nyaris tidak menimbulkan konflik dan tindakan kekerasan secara fisik diantara warga maupun warga dan aparat. Termasuk tindakan pengrusakan terhadap fasilitas desa akibat ketidakpuasan terhadap distribusi raskin. Tindakan paling tinggi yang dilakukan warga akibat ketidakpuasan dan ketidakadilan dalam pelaksanaan raskin adalah demonstrasi atau protes terhadap kepala desa atau dusun yang dianggap tidak transparan.

D.    Telaahan Kritis Program Raskin
Secara idealnya Program Raskin adalah program yang baik. Kebaikan program ini dapat dilihat dari kacamata tujuan, manfaat dan peruntukannya. Secara tujuan dapat membantu mengurangi beban warga miskin yang jadi sasaran dari program ini. Secara manfaat tentu dengan adanya program ini, maka warga sasaran yang selama ini mengalami kesulitan dalam hal pemenuhan kebutuhan dasarnya (sandang, pangan dan papan) nya dapat terbantu. Begitu pula dengan peruntukan dari program ini hanya ditujukan kepada kelompok sasaaran yang benar-benar diperuntukannya.

Permasalahannya kemudian yang terjadi cenderung tidak sesuai dengan yang direncanakan. Munculnya sejumlah permasalahan dari pelaksanaan program ini adalah jawaban dari belum optimalnya pelaksanaan program raskin ini. Ada beberapa hal yang perlu menjadi bahan kritikan dari pelaksanaan program ini, yaitu:
1.      Program ini, hanya bersifat proyek sosial, kurang mendidik masyarakat untuk menjadi masyarakat yang mandiri
2.      Program raskin cenderung bersifat kebijakan politis untuk membangun citra para elit dimata publik, dengan berlindung dibalik kepedulian sosial kepada warga miskin.
3.      Program raskin ini menenpatkan warga miskin, sebagai subyek bukan obyek dari program penanggulangan kemiskinan
4.      Program raskin ini bersifat program penanggulangan kemiskinan yang statis bukan program penanggulanan kemiskinan yang dinamis.
5.      Program ini rawan konflik dan kecemburuan sosial, sehingga jika pengelola dari program ini tidak tanggap, maka bukan tidak mungkin program ini akan menjadi program penyulut api konflik di masyarakat, khususnya masyarakat miskin.
6.      Pengelola sering melakukan disorientasi tujuan program raskin, sehingga berdampak pada ketidak tepatan sasaran dari program raskin.
7.      Kurangnya SDM pengelola program raskin, tidak jarang juga menjadi penghambat pencapaian dari tujuan program raskin ini.

Dari beberapa kritikan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kelemahannya ada di manusianya. Jika manusia komitmen, cerdas dan focus pada penanggulangan kemiskinan, maka bukan tidak mungkin program tersebut dapat menjadi alternatif jangka pendek dalam penanggulangan kemiskinan, sebelum nantinya, kelompok sasaran (miskin) ini bergeser pada penciptaan kemandirian secara, sosial, ekonomi dan bahkan secara politik. Namun demikian banyak hal positif juga dari program ini yang harus di apresiasi, seperti misalnya dengan program ini pemerintah telah mampu untuk mencegah agar warga miskin tidak sampai kepada tahap benar-benar miskin. Dan juga dengan program ini, pola hubungan antara masyarakat dengan pemerintah semakin terjalin baik.

E.     Persoalan Dalam Penanggulangan Kemiskinan
Sejauh ini ada sejumlah permasalahan yang harus menjadi focus pehatian terkait persoalan dalam penanggulangan kemiskinan, diantaranya:
1.      Masyarakat Indonesia masih lebih senang dengan bantuan-bantuan yang bersifat sumbangan, ketimbang pembangunan capacity buldingnya.
2.      Indikator/standar/aturan main yang digunakan dalam penerapan program penanggulangan kemiskinan masih berbeda-beda dan sarat kepentingan elit, baik elit yang ada di pusat maupun di daerah.
3.      Lemahnya sistem pengawasan dalam menjalankan program penanggulangan kemiskinan, dapat menjadi celah bagi elit-elit pengelola untuk melakukan tindakan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN).
4.      Peran elit di tempat pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan, masih dominan, akibatnya dalam pemberian bantuan, bukan lagi didasarkan atas layak atau tidak layak untuk menerima, didasarkan atas prinsip suka atau tidak suka.
5.      Banyak program-program penanggulangan kemiskinan yang tumpang tindih, mulai dari sasaran sampai ke tujuan.
6.      Masih tertanamnya di dalam mandset masyarakat bahwa tugas pemerintah lah untuk mensejahterkan mereka, sehingga masyarakat cukup menunggu program-program bantuan sosial untuk mereka.





F.     Rekomendasi Penanggulangan Kemiskinan
Berkenaan dengan permasalahan penanggulangan kemiskinan tersebut diatas, maka beberapa rekomendasi penanggulangan kemiskinan yang dapat di tawarkan, diantaranya:
1.      Melakukan perubahan mandset masyarakat tentang bantuan-bantuan seperti sumbangan, ke mendset penguatan capacity bulding, dengan cara merubah pola pemberian sumbangan ke pola program, dengan sistem pendampingan yang bersifat lama, inovatif dan kreatif, hingga mandset dan kemandirian terlahir dari masyarakat miskin secara sadar dari dalam diri orang miskin tersebut.
2.      Hendaknya dalam penentuan standar/indikator/aturan main dalam program penanggulangan kemiskinan, bebas dari unsur politik atau pun unsur kepentingan individu dan kelompok dari pengelolanya, namun semata-mata kepentingan masyarakat, sehingga dalam penentuan kriteria/standar penanggulangan kemiskinan berbasis masyarakat bukan berbasis kepentingan elit/individu/kelompok tertentu.
3.      Perlu adanya kesadaran dari pengelola untuk menjauhkan diri dari niat KKN dan menguatkan sistem pengawasan yang dijalankan dalam program penanggulangan kemiskinan.
4.      Pengurangan dominasi elit dalam pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan, sehingga pemberian bantuan dapat lebih obyektif, tepat sasaran dan tetap tujuan, jauh dari unsur-unsur subyektif (suka atau tidak suka)
5.      Perlu adanya inventarisir program penanggulangan kemiskinan, sehingga tidak tumpang tindih dalam pelaksanaan program guna pencapaian tujuan.
6.      Merubah manset masyarakat berkenaan dengan pencapain kesejahteraan mereka, dari tugas pemerintah, ke tugas individu, dan pemerintah hanya menfasilitasi dari individu-individu untuk mandiri, sejahtera dari usaha mereka secara sendiri










DAFTAR PUSTAKA

1.      Prisma Recource Center, Australian AID, TNP2K.2013.” Laporan Kegiatan Pelaksanaan dan Perkembangan Tahap III Monitoring dan Evaluasi Program Raskin .” (online) http://prismajurnal.com/uploads/02_unduh_=_program_raskin_-_tahap_3.pdf, (diunduh pada tanggal 17 Oktober 2014).

2.      Hamzah, Asih.2012.” Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan dan Kelaparan Di Indonesia: Realita dan Pembelajaran.” Jurnal Adminsitrasi & Kebijakan Kesehatan Indonesia.(online) Volume 1 nomor 1 http://download.portalgaruda.org/article.php?article=29848&val=2172&title, (diunduh pada tanggal 17 Oktober 2014).

3.      TNP2K.tanpa tahun.”Program Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia.” (online) http://www.tnp2k.go.id/id/program/sekilas/ , (diunduh pada tanggal 17 Oktober 2014).

4.      Badan Pusat Statistik.2014.” Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, Garis Kemiskinan, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Menurut Provinsi, Maret 2014.” (online) http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&id_subyek=23 , (diunduh pada tanggal 17 Oktober 2014).

5.      Badan Pusat Statistik.2014.” Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, Garis Kemiskinan, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Menurut Provinsi, Maret 2013.” (online) http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&id_subyek=23 , (diunduh pada tanggal 17 Oktober 2014).

6.      Agus Salim.2012.Policy Paper Penanganan Kemiskinan Di Sulawesi Selatan: Pendekatan Dan Agenda Kebijakan.” Policy Paper ini Dibuat sebagai masukan bagi Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dalam merumuskan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan. (online) http://www.batukarinfo.com/system/files/policy-paper-miskin-sulsel-agussalim.pdf , (diunduh pada tanggal 17 Oktober 2014).
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (online) www.presidenri.go.id/DokumenUU.php/429.pdf (diunduh pada tanggal 17 Oktober 2014).


[1] Tugas Pengganti Ujian Tengah Semester, Mata Kuliah Masalah-Masalah Sosial, Rabu 22 Oktober 2014
[2] Mahasiswa Pascasarjana Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, FISIPOL, UGM

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Pertanggung Jawaban Wisuda Unikarta Tanggal 18 Desember 2013

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN WISUDA SARJANA   DAN DIPLOMA UNIVERSITAS KUTAI KARTANEGARA 18 DESEMBER 2013   Oleh : PANITIA PELAKSANA WISUDA SARJANA DAN DIPLOMA (D3) UNIVERSITAS   KUTAI KARTANEGARA   UNIVERSITAS KUTAI KARTANEGARA TENGGARONG 2013   Wisuda sarjana dan diploma di Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta) merupakan kegiatan rutinitas pada setiap tahun akademik yang sedang berjalan jika memenuhi persyaratan-persyaratan pelaksanaan wisuda.   Wisuda sarjana dan diploma merupakan bagian dari kegiatan rapat senat akademik yang dilaksanakan secara terbuka, yang intinya merupakan proses pelantikan kelulusan mahasiswa yang telah selesai menempuh studi   di Unikarta. Acara wisuda sarjana dan diploma ini merupakan salah satu acara yang sangat penting ...

WISATA SEKSUAL PEKERJA TAMBANG DI LOKALISASI KAWASAN TAMBANG

WISATA SEKSUAL PEKERJA TAMBANG   DI LOKALISASI KAWASAN TAMBANG   Martain Abstract Kemunculan praktek prostitusi di kawasan tambang tentu saja bukanlah hal baru, praktek ini sudah berlangsung lama, hal ini tidak terlepas dari  kebutuhan dasariah  manusia terhadap seks . Di Indonesia  praktek ini sudah berlangsung sejak zaman kerajaan di Nusantara. Kemudian berlanjut pada zaman kolonial hingga saat ini. Praktek ini di masyarakat terjadi pro dan kontra. Bagi mereka yang pro akan menilai bahwa praktek ini baik, karena praktek ini dapat menjadi alternatif pilihan ketika libido seksual muncul. Namun bagi yang kontra menilai bahwa aktvitas penuh desah dan keringat ini, bertentangan dengan nilai moral dan agama yang berlaku di dalam masyarakat. Selain itu praktek prostitusi ini rentan pula terhadap terjadinya penyebaran penyakit kelamin, HIV/AIDS. Dalam praktek nya kegiatan ini, bisa berjalan secara mandiri  ataupun secara terorganisir. Fakt...

Peran Pemerintah dan Bisnis dalam Menjaga Kesehatan dan Keselamatan Kerja Para Pekerja

Oleh Martain Pendahuluan Kecelakaan kerja merupakan salah satu permasalahan yang sering terjadi pada pekerja di perusahaan. Masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3), secara umum di Indonesia masih sering terabaikan. Hal ini ditunjukan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja ini biasanya terjadi karena banyak faktor beberapa diantaranya adalah berasal dari pekerja itu sendiri dan lingkungan kerjanya di perusahaan. Berdasarkan data International Labour Organization (ILO) tahun 2013, 1 pekerja di dunia meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja, di tahun sebelumnya (2012) ILO mencatat angka kematian dikarenakan kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK) sebanyak 2 juta kasus setiap tahun. Di Indonesia, setiap tujuh detik terjadi kasus kecelakaan kerja ( K3 masih dianggap remeh , Warta Ekonomi 2 Juni 2006). BPJS mencatat bahwa sepanjang tahun 2013 jumlah pesertanya yang mengalami kecelakaan...